Opini Publik, Propaganda, Dan Media Massa
![]() |
Perkembangan Opini Publik |
Di tahun 2001 dahulu, kampanye Perang Melawan
Terorisme di Afghanistan pasca peristiwa World Trade Center (WTC) dan Pentagon,
gencar dilakukan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan taliban yang dituduh
melindungi Al-Qaeda. Kampanye salah satunya sebagai upaya untuk menangkap Osama
bin Laden itu dihembuskan dengan aksi propaganda lewat media massa global yang
dapat berpengaruh secara internasional, seperti CNN, NBC, FOX, VOA, dan
lain-lain. Dengan pesan yang disetting sedemikian rupa, dimana media-media
tersebut menguatkan berita bahwa penggerak terorisme adalah orang-orang Timur
Tengah, akan tetapi hal tersebut secara keseluruhan memberikan citra buruk
tehadap Islam.
Opini Publik dan Propaganda
Dalam komunikasi, propaganda
merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menanamkan pesan tertentu.
Propaganda berasal dari bahasa latin “propagare” yang artinya
mengembangkan atau memekarkan. Dalam sejarahnya, propaganda awalnya adalah
upaya mengembangkan dan memekarkan agama Katholik Roma baik di Italia maupun di
negara-negara lain. Propaganda timbul dari kalimat “sacra congregatio de
propaganda fide” atau dari kata “congregatio de propaganda fide”
atau “Congregation for the Propagandation
of Faith” tahun 1622 ketika Paul Grogelius ke-15 mendirikan organisasi yang
bertujuan mengembangkan agama Katolik Roma di Italia dan negara-negara lain.
Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya digunakan
dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang pembangunan, politik,
komersial, pendidikan, dan lain-lain (Nurudin, 2001 : 9).
Nurudin mengartikan propaganda
merupakan kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok tertentu untuk proses
mempengaruhi pihak lain dengan tidak mengindahkan etika, moral, aturan, nilai,
norma dan lain-lain guna memenangkan tujuan yang akan dicapai. Akibatnya,
apapun akan dilakukan untuk memenangkan tujuan yang akan dicapai tersebut.
Propaganda modern menurut Garth S.
Jowett and Victoria O’Donnell, Propaganda And Persuasion[1],
adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi,
memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang
diinginkan penyebar propaganda.
Dalam kegiatannya, propaganda
ditandai dengan beberapa komponen penting, yaitu :
- Ada pihak yang menyebarkan pesan,
- Dilakukan secara terus menerus,
- Terdapat proses penyampaian, ide/gagasan, kepercayaan atau doktrin,
- Mempunyai tujuan untuk mengubah opini, sikap dan perilaku individu atau kelompok,
- Suatu cara sistimatis prosedural dan perencanaan matang, dan
- Suatu program yang mempunyai tujuan kongkrit.
Dalam kaitannya dengan opini publik,
propaganda merupakan salah satu metode yang sangat penting untuk membentuk
opini publik itu sendiri. Sebuah pesan sengaja dihembuskan oleh orang atau
kelompok tertentu dengan gencar dan terus-menerus, sebagai upaya mempengaruhi
publik akan sesuatu wacana. Dalam hal ini, mereka yang menjadi propagandis
mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari
target individu.
Opini publik dan propaganda adalah
dua hal yang mempunyai hubungan erat. Carl I Hovlan mengungkapkan bahwa
propaganda merupakan usaha untuk merumuskan secara tegar azas-azas penyebaran
informasi serta pembentukan opini dan sikap. Lasswell, dalam “Propaganda
Technique in The World War” (1927) mendefenisikan Propaganda: “Propaganda
semata merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting, atau berbicara
secara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar,
atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya.[2]
Propaganda dilakukan untuk mempengaruhi atau mengontrol opini publik yang
menjadi sasaran dari propaganda. Opini publik menjadi perantara dari perubahan
sikap dan perilaku menjadi sasaran para propagandis. Opini publik dipersiapkan
dulu kemudian dilontarkan (dipropagandakan) untuk mempengaruhi opini publik.
Jika opini publik sudah terbentuk secara baik baru ditegakkan demokrasi,
kemudian akan terpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat. Jadi opini
publik menjadi alat yang baik untuk mewujudkan propaganda.
Adolf Hitler sangat menyadari
kekuatan propaganda untuk mencetak dan membentuk opini publik. Hitler juga
menulis informasi dalam bentuk esai mengenai kekuatan propaganda dalam
otobiografi politiknya, Mein Kampf. Hitler juga menggunakan
propaganda, karena propaganda merupakan salah satu cara terbaik untuk
mengendalikan orang agar mudah mudah dimanipulasi. Adolf Hitler, dalam
tulisannya menyebutkan “Propaganda adalah senjata yang mengerikan di tangan
seorang ahli” dan dengan memanfaatkan metode (propaganda) tersebutlah Adolt
Hitler dapat menjadi pemimpin tunggal yang diktaktor, melakukan agresi militer,
pembunuhan massal dan genocide.[3]
Opini Publik, Propaganda dan Media
Massa
Media massa merupakan media penting
dalam propaganda. Karakteristik media massa seperti keberadaan khalayak yang
luas, heterogen, dan penyebaran pesan yang cepat serta serentak menjadi alasan
kuat banyak pihak akhirnya melirik media massa sebagai alat penyebaran pesan
tertentu.
Kekuatan media massa dalam membentuk
isu tak bisa diragukan lagi. Dalam hal ini tentu saja pesan media tak bisa dipisahkan
begitu saja dari keberadaan institusi media itu sendiri. Dalam perkembangannya
kemudian diakui bahwa media massa dalam prakteknya berada diantara kepentingan
negara dan pasar, elite tertentu atau pemilik media itu sendiri.
Media massa membawa kepentingan dari
pihak tertentu. Melalui kontennya, media massa menyusupkan kepentingan dari
kelompok tertentu untuk merebut perhatian publik. Dengan serangan informasi
yang sama secara bertubi, media massa berusaha mempengaruhi sikap publik.
Pada masa Plato, media massa sudah
diyakini mempunyai pengaruh. Karena itu, ia membatasi bahan-bahan bacaan untuk
masyarakat tertentu. Di Amerika Serikat (AS), sejak 1960-an, studi media sudah
membuktikan bahwa media massa memunyai efek terhadap tindakan masyarakat,
termasuk dalam tindakan-tindakan yang agresif dan revolusioner. Sejauh studi
yang dilakukan para ahli, interpretasi media massa menjadi pertimbangan bagi
sebuah gerakan sosial (Ray Eldon Hiebert dan kawan-kawan, 1982).[4]
Pada abad ke-18 dan 19, propaganda
menjadi alat penting di dunia politik seiring dengan adanya pertumbuhan
informasi, permintaan kebebasan pres, berpendapat, berorganisasi, dan terlibat
di lembaga pemerintahan. Politikus dan pemerintah, pada saat itu, menyadari
betapa pentingnya propaganda dan metode-metode persuasif lainnya untuk
memenangkan/mengamankan posisi mereka. Guna mencapai tujuan itu, yaitu memegang
kendali atas masyarakat, mereka mulai menciptakan, mendirikan dan mendanai
media-media publikasi (koran) untuk menyebarkan segala bentuk informasi. Hingga
akhirnya, media-media tersebut berubah menjadi medan tempur opini publik
tentang sosial, politik, dan agama.
Pada perang dunia pertama,
propaganda mengambil alih peranan sebagai senjata yang sangat kuat dalam
pembentukan opini dan tingkah laku publik. Seluruh negara-negara besar yang
terlibat dalam perang tersebut (Inggris, Perancis, Rusia, Italia, Amerika,
Jerman, dan Austria-Hungaria) mempekerjakan sejumlah penulis, artis, dan
pembuat film untuk “mengarang” dan menyampaikan pesan-pesan politis guna
memobilisasi dukungan masyarakat mereka atas perang yang mereka lakukan,
melemahkan moral dan semangat lawan mereka untuk bertempur, serta mengambil
alih dukungan negara-negara netral.
Di masa itu, wartawan-wartawan
Inggris, Amerika dan Perancis menggambarkan Jerman serupa dengan suku Barbar
yang biadab dan brutal yang berkeinginan mendominasi dunia dan menghacurkan
negara-negara barat. Propaganda tersebut, sebagian memperkuat tentang kekejaman
yang Jerman lakukan, dan sebagian lagi adalah kebohongan yang dilebih-lebihkan
untuk meyakinkan masyarakat mereka (Inggris, Amerika, dll) atas kebenaran
langkah mereka dan kelanjutan perang yang akan mereka lakukan hingga musuh
berhasil dikalahkan.
Di Indonesia, pemutaran film “G 30
S/PKI” setiap tanggal 30 September jaman Orde Baru diyakini sukses menanamkan
paham bahwa PKI adalah partai paling kejam dan sadis yang aksinya patut
dikejam. Film ini merupakan alat propaganda pemerintah era Soeharto yang
menanamkan rasa ketakutan pada publik akan kekejaman komunis.
Pasca peristiwa World Trade Center
(WTC) dan Pentagon tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat gencar
melakukan kampanye Perang Melawan Terorisme di Afghanistan dengan tujuan
menggulingkan kekuasaan taliban yang dituduh melindungi Al-Qaeda. Kampanye
tersebut dihembuskan salah satunya sebagai upaya untuk menangkap Osama bin
Laden.
Walau kebenaran aksi pengeboman
tersebut diragukan beberapa pihak, yang kemudian memunculkan isu bahwa
peristiwa WTC merupakan aksi yang didesain oleh Amerika Serikat sendiri, namun
pemberitaan tentang peristiwa WTC gencar menjadi top isu di dunia.
Propaganda Amerika melawan terorisme
disampaikan lewat media massa global yang dapat berpengaruh secara internasional,
melalui CNN, NBC, FOX, VOA, dan lain-lain. Dengan pesan yang disetting
sedemikian rupa, dimana media-media tersebut menguatkan berita bahwa penggerak
terorisme adalah orang-orang Timur Tengah. Amerika Serikat sendiri kemudian
mendapat saingan dengan kehadiran televisi Al-Jazeera dan Al-Arabiyya, yang
kemudian mengancam jaringan televise sekuat CNN, Fox News, atau NBC dalam
pertempuran sengit memperebutkan opini publik.
Aksi propaganda yang dilakukan
Amerika Serikat ini merupakan upaya penggiringan opini publik dunia bahwa aksi
terorisme merupakan tindakan yang pantas dihancurkan. Pada ujungnya, propaganda
yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui berbagai media massa ini merupakan
upaya America Serikat untuk mendapatkan dukungan dunia atas serangan yang
dilakukannya ke Afghanistan, atas tuduhan bahwa Afghanistan lah pihak yang
paling bertanggung jawab atas terorisme tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Amerika
Serikat ini menggambarkan definisi propaganda sebagai upaya pemerintah suatu
negara untuk mempengaruhi perilaku dan opini publik asing atau negara lain
sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah negara yang melakukan
propaganda. Pemerintah berupaya mempengaruhi opini publik asing atau negara
lain, dan atau kelompok etnik, religi, dan kelompok ekonomi tertentu dengan
harapan bahwa publik ini pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku dan
kebijakan pemerintahnya sesuai dengan harapan pemerintah negara yang
melancarkan propaganda (Holsti, 1990 : 151)
Propaganda politik melalui media
massa sebenarnya merupakan suatu usaha mengemas isu, tujuan, pengaruh,dan
kekuasaan politik dengan memanipulasi psikologi khalayak. Propaganda di media
massa bisa dilakukan secara terus-menerus sehingga bisa menjadi tekanan. Iklan,
kampanye, berita dan informasi yang disajikan oleh media massa adalah proganda
yang kadangkala tidak disadari.
Dalam dunia politik, misalnya
dalam pemilu, media media massa juga bisa di jadikan alat kepentingan dan
propaganda untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam teori analisis media, Louis
Althusser mengemukakan tentang struktural Marxism yaitu media massa bagian dari
aparatus idioligis negara. Media dan kekuasaan negara saling terkait. Tidak
hanya dengan negara, media massa dalam kancah politik bisa saja menyajikan
berita yang memihak. Tentu saja dalam pemberitaannya, Metro TV tidak akan lepas
dengan sosok Surya Paloh, atau TV One dengan Bakrie. Kepemilikan media oleh
elit politik inilah yang menjadikan media massa tersebut sebagai alat
propaganda pemiliknya dalam kepentingan politiknya.
Kaitannya dengan teori Agenda
Setting, media massa tampil dengan cara mengangkat sebuah isu seolah-olah
penting untuk dimunculkan sebagai opini publik. Media massa melakukan setting
berita untuk diwacanakan penting, yang akhirnya bisa mempengaruhi masyarakat
dan sependapat, dengan mudah saja mengikuti dan menyetujui apa yang disampaikan
dalam media massa. Media massa membuat penting isu-isu yang diangkat walaupun
tak sepenuhnya dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat seolah
membutuhkan pesan dan informasi yang pada akhirnya mengubah pemikiran dan
bahkan kebudayaan dalam masyarakat tersebut.
PENUTUP
Opini publik, propaganda, dan media
massa memang memiliki hubungan yang erat. Media massa menjadi unsur terpenting
dalam kegiatan komunikasi propaganda untuk menjalankan berbagai kepentingan
tertentu. Kepentingan-kepentingan inilah yang kemudian menjadi masalah karena
kerap kali disebarkan dengan tak berimbang.
Media massa digunakan oleh seseorang
atau kelompok tertentu, termasuk negara untuk melancarkan isu-isu tertentu
sebagai upaya untuk mempengaruhi masyarakat agar memberikan dukungannya
terhadap mereka.
Media massa digunakan untuk
menyebarkan informasi, baik sebagai pencitraan diri, ataupun dalam upaya
menjatuhkan lawan atau pihak tertentu, dan tentu saja penyebaran isu ini tak
lepas dari praktek propaganda yang dilakukan dengan cara kotor dan penuh
manipulasi. Media massa beroperasional dengan berbagai kepentingan yang ada di
belakangnya. Bagi elit politik yang menjadi pemilik media, media massa bisa
menjadi alat propaganda untuk pencitraan dirinya.
Propaganda menjadi salah satu hal
yang dapat memicu terbentuknya opini publik dan reaksi publik dengan hanya
membaca koran atau melihat pemberitaandi televisi. Propaganda memiliki pengaruh
yang kuat dalam dunia perpolitikan, bisa memberikan keuntungan tersendiri
bagi negara-negara yang terkait karenaapabila propaganda itu
berhasil, maka mereka akan mendapatkan dukungan dari banyak
lapisan demi tercapainya tujuan negara-negara yang bersangkutan.
Dengan agenda setting, media massa
melakukan setting berita untuk diwacanakan penting, yang akhirnya bisa
mempengaruhi masyarakat dan sependapat, dengan mudah saja mengikuti dan
menyetujui apa yang disampaikan dalam media massa. Media massa memiliki
kekuatan besar untuk menggiring masyarakat ke sebuah wacana, dan mempengaruhi
mereka untuk mengikutinya.
Dengan kekuatan besarnya tersebut,
media massa lantas berkembang menjadi alat bagi negara, elit politik, dan
kelompok-kelompok tertentu untuk menguntungkan kepentingannya.
“Kebohongan yang diulang-ulang secara terus menerus bisa dipercaya menjadi suatu kebenaran”.Adolf Hitler
REFERENSI :
Norman John Powell. 1959. Anatomy
of Public Opinion. New York : Prentice-Hall
Nurudin. 2001. Komunikasi
Propaganda. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sunarjo, Djoenaesih S. 1984. Opini
Publik. Yogyakarta : Liberty
Internet :
“Ini Saatnya Kita Melakukan
Propaganda” http://ilmanakbar91.blogspot.com/2012/01/ini-saatnya-kita-melakukan-propaganda.html
“Propaganda dan Media Massa”http://indark007.wordpress.com/2010/06/10/propaganda-dan-media-massa/
[2]
Di kutip oleh Werner J. Severin –Jamesa W Tankard ,Jr. Teori Komunikasi, dalam
Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, Terapan di Dalam Media Massa. Hal.128
[3]
“Ini Saatnya Kita Melakukan Propaganda” http://ilmanakbar91.blogspot.com/2012/01/ini-saatnya-kita-melakukan-propaganda.html
[4]
“Propaganda dan Media Massa” http://indark007.wordpress.com/2010/06/10/propaganda-dan-media-massa/
Sumber : sekaringsamudro.wordpress.com
Leave a Comment