Opini Publik, Propaganda, Dan Media Massa

Perkembangan Opini Publik
Pada artikel yang lalu telah kita bahas perihal “MengenalOpini Publik”, untuk selanjutnya kita akan mengembangkan pembahasan secara lebih detail lagi. Media masa pada saat ini menempati urutan yang sangat tinggi dalam hal komunikasi dengan seluruh masyarakat dunia. Dengan demikian, media massa memiliki kekuatan besar dalam pembentukan opini publik dan menjadi alat efektif dalam melancarkan propaganda. Dengan media massa, seseorang atau kelompok tertentu dapat menanamkan pesan tertentu dengan tujuan tertentu melalui informasi-informasi yang tersebear luas dimasyarakat. Dengan media massa orang bisa mencitrakan dirinya, menaikkan pamor tokoh tertentu atau bahkan menjatuhkan figur lawan. Media massa sendiri memiliki berbagai peran, salah satunya ialah dalam mempengaruhi sikap dan perilaku seseorang maupun sekelompok orang ataupun masyarakat. Media mempengaruhi pandangan masyarakat dalam proses pembentukan opini atau sudut pandangnya. Media massa dapat dikatakan merupakan senjata yang ampuh bagi perebutan citra (image).
Di tahun 2001 dahulu, kampanye Perang Melawan Terorisme di Afghanistan pasca peristiwa World Trade Center (WTC) dan Pentagon, gencar dilakukan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan taliban yang dituduh melindungi Al-Qaeda. Kampanye salah satunya sebagai upaya untuk menangkap Osama bin Laden itu dihembuskan dengan aksi propaganda lewat media massa global yang dapat berpengaruh secara internasional, seperti CNN, NBC, FOX, VOA, dan lain-lain. Dengan pesan yang disetting sedemikian rupa, dimana media-media tersebut menguatkan berita bahwa penggerak terorisme adalah orang-orang Timur Tengah, akan tetapi hal tersebut secara keseluruhan memberikan citra buruk tehadap Islam.
Opini Publik dan Propaganda
Dalam komunikasi, propaganda merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menanamkan pesan tertentu. Propaganda berasal dari bahasa latin “propagare” yang artinya mengembangkan atau memekarkan. Dalam sejarahnya, propaganda awalnya adalah upaya mengembangkan dan memekarkan agama Katholik Roma baik di Italia maupun di negara-negara lain. Propaganda timbul dari kalimat “sacra congregatio de propaganda fide” atau dari kata “congregatio de propaganda fide” atau “Congregation for the Propagandation of Faith” tahun 1622 ketika Paul Grogelius ke-15 mendirikan organisasi yang bertujuan mengembangkan agama Katolik Roma di Italia dan negara-negara lain. Sejalan dengan tingkat perkembangan manusia, propaganda tidak hanya digunakan dalam bidang keagamaan saja tetapi juga dalam bidang pembangunan, politik, komersial, pendidikan, dan lain-lain (Nurudin, 2001 : 9).
Nurudin mengartikan propaganda merupakan kegiatan yang dilakukan individu atau kelompok tertentu untuk proses mempengaruhi pihak lain dengan tidak mengindahkan etika, moral, aturan, nilai, norma dan lain-lain guna memenangkan tujuan yang akan dicapai. Akibatnya, apapun akan dilakukan untuk memenangkan tujuan yang akan dicapai tersebut.
Propaganda modern menurut Garth S. Jowett and Victoria O’Donnell, Propaganda And Persuasion[1], adalah usaha dengan sengaja dan sistematis, untuk membentuk persepsi, memanipulasi pikiran, dan mengarahkan kelakuan untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan penyebar propaganda.
Dalam kegiatannya, propaganda ditandai dengan beberapa komponen penting, yaitu :

  • Ada pihak yang menyebarkan pesan,
  • Dilakukan secara terus menerus,
  • Terdapat proses penyampaian, ide/gagasan, kepercayaan atau doktrin,
  • Mempunyai tujuan untuk mengubah opini, sikap dan perilaku individu atau kelompok,
  • Suatu cara sistimatis prosedural dan perencanaan matang, dan
  • Suatu program yang mempunyai tujuan kongkrit.

Dalam kaitannya dengan opini publik, propaganda merupakan salah satu metode yang sangat penting untuk membentuk opini publik itu sendiri. Sebuah pesan sengaja dihembuskan oleh orang atau kelompok tertentu dengan gencar dan terus-menerus, sebagai upaya mempengaruhi publik akan sesuatu wacana. Dalam hal ini, mereka yang menjadi propagandis mencoba untuk mengarahkan opini publik untuk mengubah tindakan dan harapan dari target individu.
Opini publik dan propaganda adalah dua hal yang mempunyai hubungan erat. Carl I Hovlan mengungkapkan bahwa propaganda merupakan usaha untuk merumuskan secara tegar azas-azas penyebaran informasi serta pembentukan opini dan sikap. Lasswell, dalam “Propaganda Technique in The World War” (1927) mendefenisikan Propaganda: “Propaganda semata merujuk pada kontrol opini dengan simbol-simbol penting, atau berbicara secara lebih konkret dan kurang akurat melalui cerita, rumor, berita, gambar, atau bentuk-bentuk komunikasi sosial lainnya.[2] Propaganda dilakukan untuk mempengaruhi atau mengontrol opini publik yang menjadi sasaran dari propaganda. Opini publik menjadi perantara dari perubahan sikap dan perilaku menjadi sasaran para propagandis. Opini publik dipersiapkan dulu kemudian dilontarkan (dipropagandakan) untuk mempengaruhi opini publik. Jika opini publik sudah terbentuk secara baik baru ditegakkan demokrasi, kemudian akan terpengaruh pada sikap dan perilaku masyarakat. Jadi opini publik  menjadi alat yang baik untuk mewujudkan propaganda.
Adolf Hitler sangat menyadari kekuatan propaganda untuk mencetak dan membentuk opini publik. Hitler juga menulis informasi dalam bentuk esai mengenai kekuatan propaganda dalam otobiografi politiknya, Mein Kampf. Hitler juga menggunakan propaganda, karena propaganda merupakan salah satu cara terbaik untuk mengendalikan orang agar mudah mudah dimanipulasi. Adolf Hitler, dalam tulisannya menyebutkan “Propaganda adalah senjata yang mengerikan di tangan seorang ahli” dan dengan memanfaatkan metode (propaganda) tersebutlah Adolt Hitler dapat menjadi pemimpin tunggal yang diktaktor, melakukan agresi militer, pembunuhan massal dan genocide.[3]
Opini Publik, Propaganda dan Media Massa
Media massa merupakan media penting dalam propaganda. Karakteristik media massa seperti keberadaan khalayak yang luas, heterogen, dan penyebaran pesan yang cepat serta serentak menjadi alasan kuat banyak pihak akhirnya melirik media massa sebagai alat penyebaran pesan tertentu.
Kekuatan media massa dalam membentuk isu tak bisa diragukan lagi. Dalam hal ini tentu saja pesan media tak bisa dipisahkan begitu saja dari keberadaan institusi media itu sendiri. Dalam perkembangannya kemudian diakui bahwa media massa dalam prakteknya berada diantara kepentingan negara dan pasar, elite tertentu atau pemilik media itu sendiri.
Media massa membawa kepentingan dari pihak tertentu. Melalui kontennya, media massa menyusupkan kepentingan dari kelompok tertentu untuk merebut perhatian publik. Dengan serangan informasi yang sama secara bertubi, media massa berusaha mempengaruhi sikap publik.
Pada masa Plato, media massa sudah diyakini mempunyai pengaruh. Karena itu, ia membatasi bahan-bahan bacaan untuk masyarakat tertentu. Di Amerika Serikat (AS), sejak 1960-an, studi media sudah membuktikan bahwa media massa memunyai efek terhadap tindakan masyarakat, termasuk dalam tindakan-tindakan yang agresif dan revolusioner. Sejauh studi yang dilakukan para ahli, interpretasi media massa menjadi pertimbangan bagi sebuah gerakan sosial (Ray Eldon Hiebert dan kawan-kawan, 1982).[4]
Pada abad ke-18 dan 19, propaganda menjadi alat penting di dunia politik seiring dengan adanya pertumbuhan informasi, permintaan kebebasan pres, berpendapat, berorganisasi, dan terlibat di lembaga pemerintahan. Politikus dan pemerintah, pada saat itu, menyadari betapa pentingnya propaganda dan metode-metode persuasif lainnya untuk memenangkan/mengamankan posisi mereka. Guna mencapai tujuan itu, yaitu memegang kendali atas masyarakat, mereka mulai menciptakan, mendirikan dan mendanai media-media publikasi (koran) untuk menyebarkan segala bentuk informasi. Hingga akhirnya, media-media tersebut berubah menjadi medan tempur opini publik tentang sosial, politik, dan agama.
Pada perang dunia pertama, propaganda mengambil alih peranan sebagai senjata yang sangat kuat dalam pembentukan opini dan tingkah laku publik. Seluruh negara-negara besar yang terlibat dalam perang tersebut (Inggris, Perancis, Rusia, Italia, Amerika, Jerman, dan Austria-Hungaria) mempekerjakan sejumlah penulis, artis, dan pembuat film untuk “mengarang” dan menyampaikan pesan-pesan politis guna memobilisasi dukungan masyarakat mereka atas perang yang mereka lakukan, melemahkan moral dan semangat lawan mereka untuk bertempur, serta mengambil alih dukungan negara-negara netral.
Di masa itu, wartawan-wartawan Inggris, Amerika dan Perancis menggambarkan Jerman serupa dengan suku Barbar yang biadab dan brutal yang berkeinginan mendominasi dunia dan menghacurkan negara-negara barat. Propaganda tersebut, sebagian memperkuat tentang kekejaman yang Jerman lakukan, dan sebagian lagi adalah kebohongan yang dilebih-lebihkan untuk meyakinkan masyarakat mereka (Inggris, Amerika, dll) atas kebenaran langkah mereka dan kelanjutan perang yang akan mereka lakukan hingga musuh berhasil dikalahkan.
Di Indonesia, pemutaran film “G 30 S/PKI” setiap tanggal 30 September jaman Orde Baru diyakini sukses menanamkan paham bahwa PKI adalah partai paling kejam dan sadis yang aksinya patut dikejam. Film ini merupakan alat propaganda pemerintah era Soeharto yang menanamkan rasa ketakutan pada publik akan kekejaman komunis.
Pasca peristiwa World Trade Center (WTC) dan Pentagon tanggal 11 September 2001, Amerika Serikat gencar melakukan kampanye Perang Melawan Terorisme di Afghanistan dengan tujuan menggulingkan kekuasaan taliban yang dituduh melindungi Al-Qaeda. Kampanye tersebut dihembuskan salah satunya sebagai upaya untuk menangkap Osama bin Laden.
Walau kebenaran aksi pengeboman tersebut diragukan beberapa pihak, yang kemudian memunculkan isu bahwa peristiwa WTC merupakan aksi yang didesain oleh Amerika Serikat sendiri, namun pemberitaan tentang peristiwa WTC gencar menjadi top isu di dunia.
Propaganda Amerika melawan terorisme disampaikan lewat media massa global yang dapat berpengaruh secara internasional, melalui CNN, NBC, FOX, VOA, dan lain-lain. Dengan pesan yang disetting sedemikian rupa, dimana media-media tersebut menguatkan berita bahwa penggerak terorisme adalah orang-orang Timur Tengah. Amerika Serikat sendiri kemudian mendapat saingan dengan kehadiran televisi Al-Jazeera dan Al-Arabiyya, yang kemudian mengancam jaringan televise sekuat CNN, Fox News, atau NBC dalam pertempuran sengit memperebutkan opini publik.
Aksi propaganda yang dilakukan Amerika Serikat ini merupakan upaya penggiringan opini publik dunia bahwa aksi terorisme merupakan tindakan yang pantas dihancurkan. Pada ujungnya, propaganda yang dilakukan oleh Amerika Serikat melalui berbagai media massa ini merupakan upaya America Serikat untuk mendapatkan dukungan dunia atas serangan yang dilakukannya ke Afghanistan, atas tuduhan bahwa Afghanistan lah pihak yang paling bertanggung jawab atas terorisme tersebut.
Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat ini menggambarkan definisi propaganda sebagai upaya pemerintah suatu negara untuk mempengaruhi perilaku dan opini publik asing atau negara lain sehingga sesuai dengan yang diharapkan oleh pemerintah negara yang melakukan propaganda. Pemerintah berupaya mempengaruhi opini publik asing atau negara lain, dan atau kelompok etnik, religi, dan kelompok ekonomi tertentu dengan harapan bahwa publik ini pada gilirannya akan mempengaruhi perilaku dan kebijakan pemerintahnya sesuai dengan harapan pemerintah negara yang melancarkan propaganda (Holsti, 1990 : 151)
Propaganda politik melalui media massa sebenarnya merupakan suatu usaha mengemas isu, tujuan, pengaruh,dan kekuasaan politik dengan memanipulasi psikologi khalayak. Propaganda di media massa bisa dilakukan secara terus-menerus sehingga bisa menjadi tekanan. Iklan, kampanye, berita dan informasi yang disajikan oleh media massa adalah proganda yang kadangkala tidak disadari.
 Dalam dunia politik, misalnya dalam pemilu, media media massa juga bisa di jadikan alat kepentingan dan propaganda untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam teori analisis media, Louis Althusser mengemukakan tentang struktural Marxism yaitu media massa bagian dari aparatus idioligis negara. Media dan kekuasaan negara saling terkait. Tidak hanya dengan negara, media massa dalam kancah politik bisa saja menyajikan berita yang memihak. Tentu saja dalam pemberitaannya, Metro TV tidak akan lepas dengan sosok Surya Paloh, atau TV One dengan Bakrie. Kepemilikan media oleh elit politik inilah yang menjadikan media massa tersebut sebagai alat propaganda pemiliknya dalam kepentingan politiknya.
Kaitannya dengan teori Agenda Setting, media massa tampil dengan cara mengangkat sebuah isu seolah-olah penting untuk dimunculkan sebagai opini publik. Media massa melakukan setting berita untuk diwacanakan penting, yang akhirnya bisa mempengaruhi masyarakat dan sependapat, dengan mudah saja mengikuti dan menyetujui apa yang disampaikan dalam media massa. Media massa membuat penting isu-isu yang diangkat walaupun tak sepenuhnya dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat seolah membutuhkan pesan dan informasi yang pada akhirnya mengubah pemikiran dan bahkan kebudayaan dalam masyarakat tersebut.

PENUTUP
Opini publik, propaganda, dan media massa memang memiliki hubungan yang erat. Media massa menjadi unsur terpenting dalam kegiatan komunikasi propaganda untuk menjalankan berbagai kepentingan tertentu. Kepentingan-kepentingan inilah yang kemudian menjadi masalah karena kerap kali disebarkan dengan tak berimbang.
Media massa digunakan oleh seseorang atau kelompok tertentu, termasuk negara untuk melancarkan isu-isu tertentu sebagai upaya untuk mempengaruhi masyarakat agar memberikan dukungannya terhadap mereka.
Media massa digunakan untuk menyebarkan informasi, baik sebagai pencitraan diri, ataupun dalam upaya menjatuhkan lawan atau pihak tertentu, dan tentu saja penyebaran isu ini tak lepas dari praktek propaganda yang dilakukan dengan cara kotor dan penuh manipulasi. Media massa beroperasional dengan berbagai kepentingan yang ada di belakangnya. Bagi elit politik yang menjadi pemilik media, media massa bisa menjadi alat propaganda untuk pencitraan dirinya.
Propaganda menjadi salah satu hal yang dapat memicu terbentuknya opini publik dan reaksi publik dengan hanya membaca koran atau melihat pemberitaandi televisi. Propaganda memiliki pengaruh yang kuat dalam dunia perpolitikan, bisa memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara yang terkait karenaapabila propaganda itu berhasil, maka mereka akan mendapatkan dukungan dari banyak lapisan demi tercapainya tujuan negara-negara yang bersangkutan.
Dengan agenda setting, media massa melakukan setting berita untuk diwacanakan penting, yang akhirnya bisa mempengaruhi masyarakat dan sependapat, dengan mudah saja mengikuti dan menyetujui apa yang disampaikan dalam media massa. Media massa memiliki kekuatan besar untuk menggiring masyarakat ke sebuah wacana, dan mempengaruhi mereka untuk mengikutinya.
Dengan kekuatan besarnya tersebut, media massa lantas berkembang menjadi alat bagi negara, elit politik, dan kelompok-kelompok tertentu untuk menguntungkan kepentingannya.

“Kebohongan yang diulang-ulang secara terus menerus bisa dipercaya menjadi suatu kebenaran”. 
Adolf Hitler



REFERENSI :

Norman John Powell. 1959. Anatomy of Public Opinion. New York : Prentice-Hall

Nurudin. 2001. Komunikasi Propaganda. Bandung : Remaja Rosdakarya

Sunarjo, Djoenaesih S. 1984. Opini Publik. Yogyakarta : Liberty

Internet :





[2] Di kutip oleh Werner J. Severin –Jamesa W Tankard ,Jr. Teori Komunikasi, dalam Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, Terapan di Dalam Media Massa. Hal.128


No comments

Powered by Blogger.