Depopulasi: LGBT (Part 1)
Assalamualaikum sahabat mimin
cuap dimanapun berada. Sudah lama blog kita tercinta ini tidak mengorbitkan
artikel-artikel kontroversi yang berbau konspirasi. Kali ini mimin akan copas
dari berbagai sumber dan menghimpun menjadi sebuah artikel berkaitan dengan
tema DEPOPULASI dan berpusat pada LGBT. Daripada berlama-lama kita langsung aja
ke topik.
Pengertian Depopulasi
Menurut KBBI, depopulasi
merupakan penyusutan (pengurangan) jumlah penduduk. Dengan kata lain,
depopulasi adalah kondisi harus menurunkan jumlah penduduk (atau tidak ada
penghuni sama sekali) [the condition of having reduced numbers of inhabitants
(or no inhabitants at all)].
Pada dasarnya, depopulasi ini
digunakan oleh para Elit (penguasa, red.) untuk mengontrol jumlah penduduk
disuatu negeri agar terjalin keharmonisan antara jumlah penduduk dengan sumber
pangan yang ada. Hal ini bisa kita lihat pada program pemerintah tentang
keluarga berencana. Ehmm.. terkesan bagus ya programnya. Namun, rencana
depopulasi ini bukan hanya terjadi pada sebuah negara saja. Akan tetapi,
rencana depopulasi ini sudah digadang secara global oleh pada elit global
dengan isu yang sangat mengerikan yaitu, mengurangi jumlah penduduk dunia yang
kini berjumlah ±7 miliar menjadi hanya 500 juta saja!. Sadis bukan?!.
Hal ini sudah dikatakan oleh
banyak saksi mata dari beberapa peneliti, para ahli dan oleh para pakar teori
konspirasi, salah satunya adalah Jesse Ventura. Jesse Ventura adalah seorang
mantan gubernur ke-38 (1999-2003) negara bagian Minnesota di Amerika, dia juga
mantan NAVY Seal disaat perang Vietnam. Ia banyak membintangi film juga, bahkan
merupakan mantan pegulat profesional, yang kini beralih menjadi pakar teori
konspirasi.
Beberapa pakar dan peneliti yang
telah ditemuinya, bersaksi telah melihat dampak dan bukti-bukti keberadaan
agenda ini dari para kaum illuminati dan para “elite” dunia yang mempunyai
kekuatan-kekuatan superior di dunia untuk menguasai dunia dengan hanya satu
komando saja, New World Order, komando dari mereka.
Kelompok rahasia (Secret society)
ini sebenarnya sudah mengontrol dunia sejak lama sekali, ratusan tahun lalu,
namun dengan keberadaan dunia yang canggih seperti internet, keberadaan mereka
lebih mudah tercium. Dr. Rima Laibow seorang doketr advokat (Natural Medicine
Advocate), telah mengetahui dan bertemu dengan salah satu anggota aliran
satanic ini tentang salah satu cara menjalani program depopulasi ini, yaitu
dengan VAKSINASI! [untuk tema vaksin mimin akan
membahas terpisah].
Lalu apa kaitannya depopulasi
dengan LGBT ya?. Kenapa bisa LGBT jadi salah satu program pengurangan jumlah
penduduk?. Jawabanya sih simple, tidak terjalinnya lagi regenerasi penduduk
melalui pernikahan. Namun, mimin akan bermain-main sejenak agar kita bisa
melihat sebuah agenda besar dari sebuah LGBT.
“Lesbian Gay Bisexual Transgender,” populer disebut: LGBT.
Beberapa waktu lalu, negeri ini
(Indonesia, red.) sempat dihebohkan dengan legalisasi LGBT oleh MK. Masalah ini
juga diangkat menjadi sebuah tema diskusi populer oleh salah satu stasiun
televisi. [RUU KUHP: LGBT Dipidana atau Dilegalkan?]. Namun, disini mimin akan
mencari jalan lain menyadarkan bangsa ini tentang bahaya LGBT. Kita mulai
pembahasan ini dengan sedikit bumbu drama konspirasi dan aroma kontroversi.
Perang Asimetris (Asymmetric Warfare)
Drama LGBT ini akan kita buka
dengan peperangan. Peperangan ini bernama Asymmetric
Warfare. Perang Asimetris atau Asymmetric warfare, atau Asymmetric
engagement adalah suatu model peperangan
yang dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, dan di luar aturan
peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup
aspek-aspek astagatra (perpaduan antara trigatra-geografi, demografi, dan
sumber daya alam, dan pancagatra-ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan
budaya). Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau
lebih, dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang.
Rujukan lain menyatakan:
“Perang asimetris“ dapat
digambarkan sebagai konflik di mana sumber daya dari dua pihak yang berperang
berbeda dalam esensi dan dalam perjuangan, berinteraksi dan berusaha untuk
mengeksploitasi kelemahan karakteristik masing-masing. Perjuangan seperti itu
sering melibatkan strategi dan taktik perang konvensional, kombatan pihak yang
“lemah” akan mencoba menggunakan strategi untuk mengimbangi kekurangan dalam
kuantitas atau kualitas. Strategi tersebut belum tentu menggunakan
militerisasi. Ini berbeda dengan perang simetris, di mana dua kubu memiliki
kekuatan militer dan sumber daya yang sama dan mengandalkan taktik yang mirip
secara keseluruhan, hanya berbeda dalam rincian dan eksekusi.
Dewan Riset Nasional (DRN), 2008,
Jakarta, mendefinisikan perang Asimetris: “Perang
asimetris adalah suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara berpikir
yang tidak lazim, dan di luar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum
perang yang sangat luas dan mencakup aspek-aspek astagatra (perpaduan antara
trigatra: geografi, demografi, dan sumber daya alam/SDA; dan pancagatra:
ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya).”
Dalam Islam kita mengenalnya
dengan Ghazwul Fikri. Ini adalah
peperangan yang paling fatal dan sangat berbahaya, bukan peperangan frontal
lewat mesin-mesin perang. Peperangan ini sekali tercetus dan terpatron dalam
populasi, turun-temurun korban perang Asimetris tidak akan pernah sadar bahwa
mereka adalah korban. Lihatlah sekeliling kita, bagaimana terlalu banyak publik
berkelakuan irasional, namun dirasionalkan dengan alasan “peradaban.” Ya contohnya
LGBT ini. [Memahami Perang “Asymmetric Warfare Strategies (AWS)” oleh : KolonelSus Drs. Mardoto, M.T. (Dosen Akademi Angkatan Udara).]
Perang Asimetris dan LGBT
Metodologi perang ini adalah
dengan menguasai dan mengontrol struktur dalam posisi penting dalam skala
pemerintahan sebuah negara, ataupun global. Dengan menguasai dan mengontrol
bidang yang berada di tingkat piramida tertinggi dalam sistem, maka kesuksesan
agenda-agenda yang tidak lazim akan semakin mudah.
Mulai dari sistem pemerintahan,
ideologi dan religi (belief), perbankan, kesehatan (medis), perekonomian,
pendidikan, dan semacamnya. Agenda LGBT masuk ke dalam salah satunya.
Mari kita sama-sama berkilas
balik, persepsi apa yang muncul dalam benak kita secara spontan ketika melihat
perilaku penyuka sesama jenis saat sepuluh tahun lalu?, ketidak wajaran,
negativisme, dan sangat kontras dengan semua ajaran agama bukan?
Mari kita lihat kenyataannya
belakangan ini, kira-kira beberapa tahun belakangan ini?. Rasionalitas kita
bahkan terlihat mudah untuk “dikalahkan” dengan persepsi publik yang kadung
dibentuk untuk menganggap kaum LGBT yang senormalnya nyeleneh, terlihat wajar
juga lumrah! seakan itu bukanlah suatu perilaku irasional!
Sesuai dengan perkembangan jaman,
menurut mereka (publik awam). Ini adalah salah satu kesuksesan bagaimana pola
pikir (mind control) yang dilontarkan dalam asymmetric warfare terbukti. Dengan
“membiasakan” pola pikir publik terhadap fenomena yang irasional seakan
rasional, maka tahap awalan dalam mengontrol persepsi-opini publik telah
sukses!. Langkah berikutnya?, biarlah peran otorisasi bergerak dengan sokongan
dana melimpah.
Dengan mempopulerkan LGBT dalam
persepsi publik umum, sebagai hal yang “lumrah” dan wajar, maka tingkat
kelahiran (birth rate control) otomatis mengecil dan stagnan di masa depan.
Tidak ada lagi regenerasi yang
lahir dari perkawinan beda jenis, karena suatu kemustahilan sampai kiamat
terjadi, penganut LGBT bisa bereproduksi dan melahirkan generasi berikutnya.
Mengontrol birth rate control dengan mensukseskan program
LGBT, maka tindakan preventif otomatis berjalan. Di lain sisi, konsep
depopulasi secara frontal sudah lebih dulu meluncur. Dalam bentuk peperangan,
perekonomian, dan propaganda medis-farmasi.
Ibaratkan sebuah pabrik, yang
tiap harinya melahirkan banyak produk hasil perkawinan silang memproduksi
jutaan produk, ketika tercetus konsep untuk tidak lagi memproduksi
(discontinued), maka ada dua cara untuk mengatasinya: menghancurkan produk yang
sudah ada di pasaran, dan menghentikan lahirnya produk-produk baru di kalangan
publik. Program LGBT adalah langkah untuk “menghentikan.”
Jadi, selain menghancurkan yang
sudah ada, mereka juga mencegah untuk lahirnya produk terbaru jutaan lainnya.
“The Kissinger Report,” NSM 200
Pada tahun 1975 di bulan
Desember, Henry Kissinger, seorang penasihat-sekretaris negara bagian untuk
Presiden Gerald Ford, menerbitkan “National Security Study Memorandum 200,”
atau NSSM 200. Yang kemudian dirilis ke publik di tahun 1989.
Garis besarnya jelas, menopang
agenda-agenda sebelumnya terkait depopulasi terhadap dunia. Segaris dengan
Rockefeller yang mengontrol bidang pendidikan. Kemudian menghadirkan pabrik
mind control dibalik “Tavistock Institute,” Kissinger
menggunakan pengaruhnya untuk meresmikan secara legal berbagai agenda
depopulasi yang semakin marak belakangan ini.
Kissinger menjabarkan di
dalamnya, depopulasi harus dilakukan dengan membatasi permintaan publik akan
bahan makanan, kesehatan, edukasi (pendidikan), dan pelayanan publik yang
dilakukan oleh negara pada umumnya. Aturan-aturan “rancu” atas nama negara
harus dilegalkan.
“The Elites” sangat menginginkan
birth rate control. Warren Buffet, Bill Gates beberapa contoh figur yang
mendonasikan uang mereka secara “cuma-cuma” untuk mensukseskan paham
kontrasepsi, aborsi, vaksin dan feminisme dengan mengontrol PBB.
Rockefeller-lah yang menginisiasikan penemuan pil dan produk medis tersebut,
yang tertuang dalam hak aborsi dan obata-obatan di Amerika, RU-586.
Tujuan ini tidak hanya
diperuntukkan bagi publik Amerika Serikat saja, Kissinger dan kawan-kawannya
menginginkan ini agenda ini kepada negara-negara lain di dunia. Dengan
mencetuskan konsep “dua anak cukup,” kemungkinan pada tahun 2000, hasil dari
agenda ini diprediksi hanya akan melahirkan 500 juta manusia lebih sedikit,
berlanjut nanti pada tahun 2050 dengan berjumlah kisaran 3 miliar saja.
Sumber :
Leave a Comment