Fitnah Duhaima’ Dalam Daging Akhir Zaman

Salah
satu persoalan yang sangat mendapat perhatian serius tentang keganasan
menjelang kiamat adalah fenomena Fitnah Duhaima’ sebagaimana yang dikabarkan
oleh Rasulullah saw. Definisi dari kata Duhaima’ memiliki bermakna “kelam” atau
“gelap gulita” merupakan satu fitnah yang mengiringi kedatangan Dajjal. Maka
menjadi suatu hal yang sangat penting untuk mengetahui hakikat dan bentuk dari
fitnah ini. Sudah atau belumnya fitnah ini berlaku, itu tergantung pemahaman
masing-masing dikarenakan para ulama juga berbeda pendapat tentang hal itu.
Sebuah
hadits rasulullah saw akan mengawali informasi ini yang dikisahkan dari Abdullah
bin ‘Umar bahwasanya ia berkata: “Suatu
ketika kami duduk-duduk di hadapan Rasulullah saw memperbincangkan soal
berbagai fitnah, beliau pun banyak bercerita mengenainya. Sehingga beliau juga
menyebut tentang Fitnah Ahlas. Maka,
seseorang bertanya: “Apa yang dimaksud dengan fitnah Ahlas?” Beliau menjawab: “Yaitu
fitnah pelarian dan peperangan”. Kemudian Fitnah
Sarra’, kotoran atau asapnya berasal dari bawah kaki seseorang dari
Ahlubaitku, ia mengaku dariku, padahal bukan dariku, karena sesungguhnya waliku
hanyalah orang-orang yang bertakwa. Kemudian manusia bersepakat pada seseorang
seperti bertemunya pinggul di tulang rusuk, kemudian Fitnah Duhaima’ yang tidak membiarkan ada seseorang dari umat ini
kecuali dihantamnya. Jika dikatakan: ‘Ia telah selesai’, maka ia justru
berlanjut, di dalamnya seorang pria pada pagi hari beriman, tetapi pada sore
hari menjadi kafir, sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan
yang tidak mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung
keimanan. Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari
itu atau besoknya.[1]
Jika
ditinjau dari teks hadits yang menjelaskan berbagai bentuk fitnah di atas, kelihatannya
hakikat dan terjadinya fitnah-fitnah tersebut saling berhubungan antara satu
sama lain. Peristiwa yang satu akan menjadi penyebab munculnya fitnah
berikutnya. Sebagaimana tersebut dalam nash di atas, beliau mengungkapkan
dengan kalimat “tsumma” yang bermakna
“kemudian”. Ini menunjukkan bahwa fitnah-fitnah tersebut akan terjadi dalam
beberapa waktu, yang ketika hampir berakhir atau masih terus terjadi hingga
puncaknya, maka dilanjutkan dengan fitnah berikutnya. Kalimat “tsumma” menunjukkan jeda waktu yang
tidak pasti, namun menunjukkan makna “tartib”
(kejadian yang berurutan).
Fitnah
pertama yang beliau sebutkan adalah Fitnah Ahlas. Tentang realita fitnah Ahlas
ini, sebagian ada yang berpendapat bahwa ia sudah terjadi semenjak zaman para
sahabat, dimana Al-Faruq ‘Umar bin Khaththab adalah merupakan dinding pembatas
antara kaum Muslimin dengan fitnah ini, sebagaimana yang diterangkan Nabi saw
ketika beliau berkata kepada ‘Umar: “Sesungguhnya
antara kamu dan fitnah itu terdapat pintu yang akan hancur.”[2] Dan sabda
Rasul saw ini memang menjadi kenyataan dimana ketika ‘Umar baru saja meninggal
dunia, hancurlah pintu tersebut dan terbukalah fitnah ini terhadap kaum
Muslimin dan ia tidak pernah berhenti sampai sekarang ini. Sejak wafatnya Umar
Ibnul Khaththab, maka kaum muslimin terus ditempeli dengan fitnah tersebut.
Adapun
Fitnatu Sarra’, maka Imam Ali Al-Qaari menyatakan yang dimaksud dengan fitnah
ini adalah nikmat yang menyenangkan manusia, berupa kesehatan, kekayaan,
selamat dari musibah dan bencana. Fitnah ini disambungkan dengan sarra’ karena
terjadinya disebabkan timbul adanya berbagai kemaksiatan karena kehidupan yang
mewah, atau karena kekayaan tersebut menyenangkan musuh.
Selanjutnya
tentang Fitnah Duhaima. Kata duhaima’ merupakan bentuk tasghir (pengecilan)
dari kata “dahma’”, yang berarti
hitam kelam dan gelap. Fitnah ini akan meluas mengenai seluruh umat ini.
Meskipun manusia menyatakan fitnah tersebut telah berhenti, ia akan terus
berlangsung dan bahkan mencapai puncaknya. [3]
Fitnah
ini memiliki ciri-ciri khusus yang tidak dimiliki fitnah sebelumnya, seperti
yang dijelaskan sebagai berikut:
- Fitnah ini akan menghantam semua umat Islam (lebih khusus lagi adalah bangsa Arab). Tidak seorangpun dari warga muslim yang akan terbebas dari fitnah ini. Beliau menggunakan lafadz “lathama” yang bermakna menghantam, atau memukul bagian wajah dengan telapak tangan (menempeleng/menampar). Kalimat ini merupakan gambaran sebuah fitnah yang sangat keras ganas, dan merajalela.
- Fitnah ini akan terus terjadi bahkan tidak satupun manusia mengetahui kapan berakhirnya. Kemudian dari hadits riwayat Abu Dawud diatas, Rasulullah saw mengabarkan ketika ada manusia yang berkata bahwa fitnah itu sudah berhenti, yang terjadi justru sebaliknya; fitnah akan terus memanjang dan sulit diprediksi kapan berhentinya. Inilah maksud ucapan beliau: Jika dikatakan : ‘Ia telah selesai’, maka ia justru berlanjut.
- Efek yang ditimbulkan oleh fitnah ini adalah yaitu munculnya sekelompok manusia yang di waktu pagi masih memiliki iman, namun di sore hari telah menjadi kafir. Ini merupakan sebuah gambaran tentang kedahsyatan fitnah tersebut. Fitnah ini akan mencabut keimanan seseorang hanya dalam bilangan satu hari, dan ini juga merupakan sebuah gambaran betapa cepatnya kondisi seseorang itu berubah.
- Beliau menjelaskan bahwa proses terjadinya kemurtadan pada sebagian umat Islam yang begitu cepat itu akan terus berlangsung dalam waktu yang tidak diketahui. Manusia terus berguguran satu persatu dalam kekufuran, dan puncak dari kejadian ini adalah terbelahnya manusia dalam dua kelompok (fusthathain); kelompok iman yang tidak tercampur dengan kenifakan dan kelompok munafik yang tidak memiliki keimanan.
Benarkah
Fitnah Duhaima’ ini sudah terjadi?
Sebagian
pemerhati hadits-hadits fitnah berpendapat bahwa fitnah duhaima’ itu sudah
terjadi dan terus berlangsung. Di antara realita dari fitnah tersebut adalah:
- Fitnah demokrasi yang dipaksakan oleh barat kepada dunia. Sebenarnya demokrasi sudah dimulai dari Prancis pada sekitar abad 18. Saat itu ideologi demokrasi dengan pemilu sebagai produk turunannya belum ‘laku’ dan tidak banyak dilirik banyak manusia. Barulah di abad 20 ideologi itu mulai diterima, bahkan di awal abad 21, negara barat ‘memaksakan’ agar seluruh dunia menggunakan sistem tersebut sebagai ideologi yang harus dipakai oleh setiap negara. Ideologi yang menjadikan keputusan berada di tangan rakyat -tanpa memperhatikan apakah sesuai dengan hukum Islam atau justru bertolakbelakang- jelas merupakan sebuah ideologi kufur yang ditentang oleh para ulama. Tidak sedikit ulama yang telah mengupas akan kekafiran sistem ini, dimana Allah tidak boleh ‘terlibat’ dalam sebuah keputusan undang-undang. Dan sebagaimana realita yang ada, ideologi ini mulai menjangkiti beberapa negara dengan mayoritas muslim yang sebelumnya menolak untuk dijadikan sebagai landasan bernegara.
- Pendapat lain tentang makna fitnah Duhaima’ adalah fitnah perang terhadap terorisme yang sebenarnya bermakna perang terhadap Islam dan umat Islam, terkhusus umat Islam yang memiliki jalan jihad sebagai cara untuk menegakkan agama (iqamatuddin).
Dalam
hal ini, jika fitnah Duhaima’ dimaknai dengan fitnah demokrasi, maka fenomena
terjerumusnya umat pada kekufuran juga sangat nyata. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa demokrasi merupakan ideologi kufur yang tidak
menghendaki campur tangan Allah dalam urusan manusia dengan dunianya. Keengganan
sekelompok masyarakat untuk menjadikan hukum Allah sebagai aturan hidup dan
menjadikan pendapat mayoritas sebagai acuan dalam mengambil setiap aturan hidup
merupakan bentuk kesyirikan nyata. Dengan demikian, besar kemungkinan semua
pihak yang turut mengambil bagian dalam tegaknya sistem demokrasi ala barat ini
akan terjerumus dalam lubang kekafiran. Dan realita seperti inilah yang
kebanyakan tidak disadari oleh banyak manusia. Wal iyadz billah.
Wallahu
A’lam bish shawab, untuk sementara pendapat tentang fitnah Duhaima’ yang
bermakna ideologi demokrasi sekuler liberal dan perang melawan umat Islam atas
nama pemberantasan terorisme barangkali merupakan pendapat yang lebih dekat
kepada kebenaran dari pada fitnah televise dan hiburan. Dan sesungguhnya,
pemaksaan ideologi demokrasi sekuler liberal sebenarnya juga memiliki hubungan
yang sangat erat dengan fitnah terorisme ini. Karena pemaksaan demokrasi
sekuler liberal dengan sendirinya merupakan perang terhadap konsep khilafah dan
kewajiban kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah yang hari ini menjadi cita-cita
kelompok yang tertuduh sebagai teroris itu. Wallahu A’lam bish shawab.
Dan
banyak lagi hal-hal senada yang menjadi penjelas tentang fitnah ini. Bukan hanya
dalam bidang hukum saja yang sudah tercampur antar hak dan bathil sehingga
menyebabkan butanya umat ini tentang hukum yang menyebabkan rentannya terhadap
kekufuran.Pada bidang politik sendiri, citra umat islam telah dikoyak bahkan
tercabik-cabik dengan slogan “Teroris”, yang bermula dari runtuhnya menara
kembar WTC yang menyisakan tanda tanya dan kejanggalan. Apakah muslim yang
melakukan penyerangan di menara itu? Sudah banyak data dan fakta, membantah
keterlibatan muslim tentang hal itu. Kendati sudah membakarnya amarah
sebahagiam umat muslim akibat dari pembantaian setelah kasus WTC, memberikan
benih-benih dendam akut sehingga terjadilah aksi terror di berbagai tempat. Hal
ini sangat memberikan pengaruh yang berat terhadap generasi penerus islam dalam
menegagakkan dien yang sesuai ketetapan Allah Azza Wa Jalla, dan akhirnya para
pelajar islam banyak yang belajar hanya pada kulit-kulitnya saja. Belum lagi
dari sisi Pendidikan umum, Media, Hubungan Internasional, Ekonomi dan lain sebagainya
masih banyak lagi. Ini hanya contoh kecil dan masih banyak lagi contoh-contoh
besar diluar sana yang perlu kita sibak kebenarannya. Semoga Allah Ta’ala
menambah kesabaran dan ketabahan kita, serta membuka tabir-tabir kegelapan agar
kita tidak bersifat terburu-buru dalam bersikap dan berbuat.. Amin..
Keluarnya
dajjal di ujung Fitnah Duhaima’?
Berdasarkan
riwayat di atas, Dajjal akan keluar untuk yang terakhirnya kalinya di penghujung
fitnah Duhaima’ ini. Lalu, jika benar fitnah demokrasi dan perang melawan
terorisme merupakan fitnah Duhaima’, dimana korelasinya dengan kemunculan
Dajjal dan bagaimana kita dapat mengetahuinya?
Jika
melihat dari periodesasi umat Islam yang dimulai dari fase nubuwah, kemudian
fase khilafah nabawiyah (khulafaaur rasyidin), kemudian fase mulkan adhud (yang
dimulai dari bani Umayyah hingga Turki Utsmani), lalu dilanjutkan dengan mulkan
Jabbar (kekuasaan diktator) yang berakhir dengan munculnya ideologi demokrasi,
maka fase kemenangan ideologi demokrasi merupakan tanda dekatnya janji
Rasulullah saw. akan kemunculan fase khilafah rasyidah nabawiyah ‘alamiyah
(dalam skala internasional). Sebab, Rasulullah saw. menyebutkan akan kemunculan
khilafah rasyidah ini setelah tumbangnya mulkan jabbar. Dengan kata lain,
kehadiran ideologi demokrasi yang menumbangkan mulkan jabbar justru menjadi
tanda semakin dekatnya kebangkitan Islam yang ditandai dengan khilafah rasyidah
dengan Imam Mahdi sebagai pemimpin tertinggi kaum muslimin.[4]
Kemunculan
Imam Mahdi dengan ideologi garis keras dan fundamental yang menginginkan
syari’at Islam sebagai satu-satunya aturan hidup manusia, sudah pasti akan
meruntuhkan ideologi demokrasi dengan semua turunannya (liberalisme, kapitalisme,
sekulerisme dll), dimana hari ini justru paham-paham jahat itu banyak dianut
oleh mayoritas negara berpenduduk muslim. Dan untuk hal itu Rasulullah saw.
telah memberikan janji akan kembalinya Islam ke setiap rumah yang dilewati oleh
siang dan malam. Jika korelasi ini telah menjadi realita, maka jelaslah
hubungan kemunculan dajjal dan fitnah duhaima’ ini. Saat ini, setiap kita (dari
kelompok manapun) terus berupaya untuk menjadi muslim yang terbaik dan terdekat
dengan sunnah Rasulullah saw. tanpa punya ‘hak veto’ untuk memvonis kelompok
lain di luar dirinya pasti sesat. Namun, kemunculan Al-Mahdi dengan manhajnya
yang paling lurus akan dengan mudah kita menjatuhkan vonis; siapa yang
bergabung dan mendukung Al-Mahdi, dialah mukmin sejati dan siapapun yang
menolak –dengan alasan apapun- maka dia adalah munafik sejati. Itulah makna
sehingga manusia terbagi menjadi dua kemah, kemah keimanan yang tidak
mengandung kemunafikan dan kemah kemunafikan yang tidak mengandung keimanan.
Jika itu sudah terjadi, maka tunggulah kedatangan Dajjal pada hari itu atau
besoknya.[5]
Allahu 'alam bish shawab..
-----------------------------------------------
[1]
HR. Abu Dawud, Kitabul Fitan no. 4242, Ahmad 2/133, Al-Hakim 4/467, Dishahihkan
syaikh Al-Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir no. 4194, Silsilah Ahadits Shahihah
no. 974.
[2]
Diriwayatkan dalam hadits Hudzaifah yang masyhur dalam kitab Bukhari dan
Muslim.
[3]
Selengkapnya lihat ‘Annul Ma’bud 11/310-311 dan Jaami’ul Ushul 10/25
[4]
Dalam hal ini, perlu diskusi panjang tentang ‘apakah mungkin khilafah rasyidah
akan terjadi sebelum kemunucalan imam Mahdi’. Karena terbatasnya halaman, hal
ini tidak kami kupas. Lebih detilnya lihat: Menanti Kehancuran Amerika dan Eropa
– Granada Mediatama-Solo.
[5]
Silsilah Ahadits Shahihah no. 974.
Sumber
:
- alfitan.tumblr.com
- granadamediatama.wordpress.com
- dan lainnya.
Leave a Comment