Mantan Pemeluk Hindu "Ustadz Abdul Aziz" (Kisah, Video, dan Kontroversi)


Awalnya saya diajak sorang teman untuk menyaksikan video mualaf, yaitu kesaksian seorang mantan pemeluk Hindu yang akhirnya masuk Islam (nama beliau sekarang Ustadz Abdul Aziz). Sebenarnya sangat banyak kesaksian semacam ini, namun yang menarik sang mantan Hindu ini juga mengritisi  tentang ritual sebagian masyarakat Islam khususnya di Indonesia yang mana banyak praktek-praktek ibadah yang sebenarnya tidak landasan dalam al Quran maupun al Hadits yang keduanya merupakan sumber hukum Islam.
Berikut ini rangkuman isi VCD yang saya saksikan dengan teman saya.
Sepak terjang beliau sebelum masuk Islam
Beliau dulunya adalah seorang Romo Suringgih (orang yang disucikan) yang berkasta Brahmana sekaligus sarjana Agama Hindu dari Bali. Sungguh hanya karena kemurahan, rahmat dan hidayah Alloh lah beliau bisa memeluk agama Islam. Pada awalnya beliau mempelajari ilmu Yoga Samadi di Pure Lumajang bersama teman-teman beliau lainnya. Dan akhirnya beliau berhasil menguasai ilmu tersebut. Dengan ilmu tersebut mereka mengelabui dan memurtadkan umat Islam secara sembunyi-sembunyi / tersirat dan masuk ke dalam agama Hindu.
Namun akhirnya gerakan beliau tercium oleh dai-dai dari umat Islam yang tentu saja menjadi penghalang gerakan pemurtadan beliau. Kemudian belau mengadukan masalah tersebut pada Romo Pinandita. Kemudian Romo Pinandita meminta beliau untuk menyempurnakan ilmu Yoga Samadinya dengan mempergunakan mantram trayambakam. Menurut romo tadi, siapapun yang mengamalkan ilmu Yoga Samadi dengan mempergunakan mantram trayambakam dan berpuasa selama 7 hari 7 malam, maka dia akan mendapatkan kekuatan supernatural (supranatural) dari Tri Murti (3 manifestasi Ida Sang Hyang Widi Wangsa; Dewa Brahma, Wisnu, Shiwa).
Kisah masuk Islam
Dalam ritual yang beliau lakukan, pada hari ke 1, 2,3  beliau terus membaca mantram trayambakam tadi, kemudian pada malam hari yang ke 3 beliau diuji Tuhan dengan ribuan nyamuk yang hendak menyerangnya. Kemudian beliau bacakan mantram trayambakam nyamuk itupun hilang.
Di hari yang ke 5 beliau diuji lagi dengan datangnya bau busuk dari tubuh beliau, namun bau busuk itupun hilang setelah dibacakan mantram trayambakam.
Pada malam hari yang terakhir beliau berdebar-debar hatinya membayangkan bagaimana wujud Tuhannya, dan membayangkan bagaimana beliau bisa sungkem pada Dewa-Dewa beliau. Hal itu berlangsung samapi larut malam, sekitar jam 02.00 dinihari. Setelah melewati jam 02.00 dinihari hatinya tidak lagi berdebar-debar namun menjadi bergoncang sangat kuat. Akan tetapi Tuhan juga belum hadir. Akhirnya beliau diuji Tuhan dengan Suara Takbir; Allohu Akbar.. Allohu Akbar.. Allohu Akbar wa lillahilham..
Karena awalnya beliau memusuhi Islam, bahkan ritual yang beliau lakukan inipun bertujuan untuk memperkuat pengaruhnya dalam memurtadkan kaum muslimin, dan beliau sadar betul bahwa besok bukanlah hari raya Idul Fitri / Idul Adha kaum muslimin, maka suara takbir beliau lawan dengan mantram trayambakam.
Namun suara takbir tersebut bukan hilang, akan tetapi semakin lama semakin kuat, semakin lama semakin jelas. Kejadian itu tidak lantas membuat beliau langsung masuk Islam.
Keesokan harinya beliau melakukan pembatalan ritualnya dengan makan dan minum. Sore harinya beliau ke rumah bibinya yang beragama Islam. Di sana beliau membaca buku pasholatan milik bibinya. Di lembar pertama dari buku itu, beliau membaca arti do’a iftitah; kabirau wal hamdulillahi katsirou wa subhanallohi bughrotau wa ashila…
Setelah membacanya, beliau gemetar sampai-sampai keluar keringat dingin. Barulah beliau merasakan bahwa suara takbir saat malam ritualnya adalah pertanda dia harus masuk Islam. Beliau dapat merasakan bahwa Islam sangat damai sangat bahagia. Akhirnya beliau masuk Islam dengan dibimbing seorang ustadz. Subhanalloh wal hamdulillah.
Namun beliau masih sembunyi-sembunyi dalam menjalankan agama Islam. Akhirnya keluarga beliau mengetahui ke-islaman beliau. Belaupun mendapat ujian yang berat dengan ke-Islaman beliau sampai ancaman bunuh dari paman beliau.
Namun akhirnya dengan pertolongan Alloh beliau mampu melewati ujian tersebut. Bahkan keluarga beliau dan saudara-saudara beliau akhirnya masuk agama Islam. Subhanalloh wal hamdulillah.
Karena dulu beliau banyak memurtadkan kaum muslimin menjadi pemeluk Hindu, maka setelah beliau Islam beliupun mensyahadatkan sekitar 272 pemeluk Hindu menjadi pemeluk agama Islam.
Kritikan beliau tentang ritual sebagian masyarakat muslimin
Beliau sebagai mantan pemeluk Hindu, beliau telah mempelajari kitabkitab agama Hindu seperti Bagawakita, Yajur Weda, Rik Weda, Sama Weda dll selama kurang lebih 25 tahun dan beliau juga sebagai sarjana agama Hindu. Sehingga tidak diragukan lagi kemampuan beliau dan penguasaan beliau tentang ajaran agama Hindu.
Setelah beliau masuk agama Islam, beliau melihat banyak ritual yang dilakukan masyarakat Islam yang tidak bersumber dari Quran dan Hadits tapi bersumber dari agama Hindu.
Dalam agama Hindu, sapi merupakan binatang yang dihormati, karena sapi (kerbau putih) merupakan kendaraan/tunggangan Bhatara Siwa. Namun pada masyarakat Islam tepatnya di daerah Solo, Jawa Tengah masih ada sapi yang diagungkan dan dianggap membawa berkah bahkan diberi gelar Kiyai. Yaitu sapi yang bergelar kiyai slamet.
Dalam agama Hindu, ketika memberangkatkan mayat ke kuburan, terdapat tradisi brobosan sebagai wujud bakti pada orang tua dan salam pada Dewa di Nirwana. Namun tradisi brobosanpun ternyata masih dilakukan umat Islam, pada hal tersebut tidak ada dasar/dalil dari al-Quran dan Hadits. Selain brobosan, dalam ritual agama Hindu, dalam prosesi pemberangkatan jenazah, juga terdapat ritual memberi payung di atas kepala jenazah dan di atas keranda jenazah dikasih roncean bunga. Dan hal inipun juga dilakukan oleh masyarakat Islam hal tersebut tidak ada dasar/dalil dari al-Quran dan Hadits.
Dalam agama Hindu, mereka meyakini bahwa roh anak yang belum baligh (meninggal saat masih kecil/belum dewasa) pulang ke rumah pada saat hari raya. Sebagai penghormatan orang tua pada roh anak, maka orang tua menyediakan kupat/ketupat. Kupat diapasang di atas pintu, atau di kamar tengah atau dibagi-bagikan kepada tetangga pada saat hari raya. Dan masyarakat Islam ternyata juga melakukan ritual ini pada saat hari raya, tepatnya setelah hari raya Idul Fitri yang biasa disebut hari raya kupatan. Padahal al-Quran dan Hadits tidak memberikan tuntunan tentang kupatan tersebut.
Dalam agama Hindu, dalam prosesi menuju alam Nirwana menghadap Ida Sang Hyang Widi Waksa mencapai alam Moksa, diperintahkan melakukan selametan atau kirim do’a, 1 hari, 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, mendak pisan, mendak pindo dan nyewu. Dan hal inipun juga dilakukan oleh masyarakat Islam hal tersebut tidak ada dasar/dalil dari al-Quran dan Hadits.
Dasar ritual-ritual tersebut tidak terdapat dalam al-Quran maupun as-Sunnah, namun terdapat dalam kitab-kitab maupun buku-buku agama Hindu, seperti;
Kitab Mahanarayana Upanisad,
Buku Ritual-Ritual Hindu dalam budaya Jawa karya Prof. Dr. Ida bedande Adi Suripto, seorang Duta dari agama Hindu untuk negara Nepal, India, Vatikan dan Roma. Dan sekarang menjabat sebagai sekretaris PHDI (Parisada Hindu Dharma Indonesia). Bahkan dalam buku ini juga tedapat tatacara agama Hindu dalam merawat kandungan seorang ibu, seperti nelonan, tingkepan dsb.
Kitab Sama Weda hal. 373 ayat 1,
Kitab Samhita, buku satu, baga satu, hal 20, dalam kitab-kitab itu jelas disebutkan untuk melakukan pengorbanan dan kirim doa pada orang tua pada hari ke 1, ke 3, ke 7, ke 40, ke 100, mendak pisan, mendak pindo dan nyewu.
Dan masih banyak lagi kritikan yang beliau jelaskan. Yang pada intinya ritual-ritual tersebut adalah ternyata berasal dari agama Hindu dan sama sekali tidak terdapat sandaran dari al Quran maupun as Sunnah.
Anda bisa melihat videoya di Youtube dengan kata kunci “kesaksian mantan hindu”, atau anda bisa kirim pesanan lewat email : dakwatussalam@gmail.com


Sumber : 


Video Kesaksian
 

1




 

 2




 

3




 

4




 

5



 

6




 

7




 

8




 

9





 

10




 

11



Respon Kontra

Kebohongan Abd. Aziz (Ustad Gadungan Wahabi) Dibongkar Oleh Pemeluk Hindu
(Oleh: I. K. Sugiartha)

Apakah sama  agama dan  tradisi?  Secara umum dapat dijelaskan, bahwa Agama  adalah pengikat jiwa yang menuntun jalan mencapai Tuhan. Sementara tradisi adalah kebiasaan-kebiasaan di dalam melaksanakan ajaran agama. Namun  seorang Ustadz Abdul Aziz, yang mengaku mantan Hindu,  mengidentikan tradisi  dengan agama Hindu.  Padahal  Pak Ustadz ini,  katanya, sudah  menyandang gelar  sarjana agama (SAg) Hindu dan sudah belajar Hindu selama 25 tahun, serta menguasai Yoga Samadi. Bukan main. Tetapi, kenapa dia meninggalkan Hindu. Benarkah Mantram Tryambakam kalah dengan  suara Takbir?
Kesaksian Menjadi Muslim
Inilah rangkuman kesaksian Ustadz Abdul Aziz yang disampaikan di dalam sebuah pengajian  yang bertajuk ‘’Kesaksian Hidayah Mantan Pemeluk Hindu’’ di Surakarta, Jawa Tengah,  pada Rabu, 21 Juli 2010, rekamannya beredar di tengah-tengah masyarakat, penulis sampaikan dengan gaya bertutur seperti berikut ini.
Sebelum saya masuk Islam, agama saya adalah Hindu. Pendidikan saya Sarjana Agama  Hindu. Saya mempelajari Hindu sudah dua puluh lima tahun.  Orang mungkin tidak akan percaya kalau saya bisa  sampai masuk Islam. Saya berkasta brahmana. Nama depan saya  ‘’Ida Bagus’’ (dia tidak menyebutkan nama Hindunya).  Saya menguasai yoga samadi.
Saya melakukan praktek yoga samadi di Pura Mandara Giri Lumajang bersama beberapa orang teman saya.  Pada suatu hari saya disarankan untuk membaca Mantram Tryambakam. Saya pun terus aktif  membaca Mantram Tryambakam, pagi, sore dan malam. Pada hari ketiga yang melakukan yoga samadi, saya diuji Tuhan, ribuan nyamuk datang dan mengerubuti saya. Saya kemudian bacakan Mantram Tryambakam, nyamuk itu hilang. Pada hari kelima saya melakukan yoga semadi,  saya lagi diuji Tuhan,  aroma bau busuk menebar dari tubuh saya. Saya kemudian membacakan Tryambakam, bau busuk di tubuh saya  pun hilang.
Pada hari ketujuh saya melakukan yoga samadi,  tiba-tiba hati saya berdebar-debar. Saya terus membaca Tryambakam, tetapi guncangan hati saya tidak berhenti. Dalam situasi  berdebar-debar,  tiba-tiba saya mendengar suara takbir ‘’Allahuakbar … Allahuakbar’’. Padahal malam itu bukan malam idul fitri, lantas dari mana suara takbir itu datang. Saya coba lawan dengan Mantram Triyambakam, namun  suara takbir itu tidak hilang, malah suaranya semakin jelas dan kuat. Dari situ saya kemudian berpikir  bahwa ini adalah hidayah bagi saya. Saya kemudian masuk Islam pada tahun 1995,  dan  naik haji pada tahun 1996. Sepulang saya dari haji,  kedua orang tua saya dan lima saudara saya  semua ikut dengan saya masuk agama islam.
Panca Yajna:  Upacara Selamatan?
Tidak ada maksud sedikitpun dari penulis  untuk  mencampuri urusan privacy seorang Ustazd Abdul Aziz, lebih-lebih mengenai pilihan jalan (agama) penuntun hidupnya.  Cuma saja, yang mengundang  perhatian saya, karena   di dalam ceramahnya yang  berdurasi sekitar  satu setengah jam (dua CD) tersebut, Pak Ustadz  telah menjadikan ajaran ‘’Agama’’ Hindu sebagai bahan  banyolan, di antaranya seperti kalimat-kalimat yang dicetak miring berikut ini:
Pertama. Panca Yajna adalah  lima  upacara selamatan di dalam agama Hindu, masing-masing:
    1.      Dewa yajna yakni selamatan kepada Ida Sang Hyang Widi Wasa.
    2.      Rsi yajnya adalah selamatan kepada  orang-orang yang dianggap suci.
    3.      Pitra yajna adalah selamatan kepada roh leluhur.
    4.      Manusa yajna adalah selamatan kepada  manusia.
    5.      Butha yajna adalah selamatan kepada  mahluk bawahan.

Melakukan selamatan ini adalah wajib hukumnya di dalam Agama  Hindu. Contoh  selamatan pada hari kematian, acaranya berlangsung pada hari pertama, ke-3, ke-7, ke-40,  ke-100 dan  nyewu (hari ke-1000).   ‘’Kalau tidak  punya uang untuk melaksanakan selamatan, wajib utang kepada tetangga. (jamaah tertawa).
Sebab  bila keluarga yang meninggal tidak diselamatin, rohnya akan gentayangan,  menjelma menjadi hewan,  binatang, bersemayam di keris dan jimat, dll. Makanya pohon-pohon diberi sarung, dan pada setiap hari Sukra Umanis jimat dan keris diberi minum kopi. ‘’Sedangkan yang melaksanakan selamatan, dapat tiket langsung masuk surga.’’  Di dalam Islam tidak ada selamatan-selamatan, tetapi yang ada adalah sedekoh. Sedekoh punya kelebihan dari selamatan yakni memberikan sedekoh ketika kita punya kelebihan yang biasanya dilakukan pada menjelang bulan puasa. Jadi bukan hasil utang.
Tanggapan Penulis.   Sejak SD saya belajar agama Hindu, sampai sekarang Panca Yajna itu artinya lima korban suci. Bahkan di dalam Kitab Bhagawad Gita, yajna berarti bakti, pengabdian, persembahan dan kurban (sedekah) yang dilakukan dengan tulus iklas (hati suci). Bukan   berharap untung  yang lebih besar kepada Tuhan dari sedekoh yang kecil kepada manusia. Jadi Panca Yajnya itu adalah berbakti (sujud) kepada Tuhan (Dewa Yajna),  bakti kepada  orang suci  (Rsi Yajna),  berbakti kepada leluhur  (pitra yajna), melayani (berderma) kepada sesama (manusa yajna) dan bersedekah kepada bahluk bawahan (butha yajna). Tidak ada saya jumpai arti Panca Yajna adalah lima upacara  selamatan dan  wajib ngutang,  seperti  kitab yang dibaca Ustadz Abdul Aziz.
Istilah selamatan  tidak ada di dalam Hindu, apalagi selamatan atas kematian. Adapun rangkaian upacara kematian di dalam Hindu seperti  nelun, ngaben, ngeroras (memukur) dll. pada intinya  merupakan penyucian sang jiwa dari unsur badan fisik, mendoakan agar perjalanan sang jiwa tidak mendapatkan halangan,  memperoleh ketenangan dan kedamaian di alam pitra. (Kitab Asvalayana Griha Sutra).  Masalah dia (sang jiwa) mendapat tiket ke sorga atau akan masuk neraka, tergantung dari  bekal  karmanya. Yang jelas sangat tidak ditentukan oleh acara selamatan.
Apalagi kalau dikatakan bahwa  roh yang tidak diselamatin  akan gentayangan, menjelma jadi hewan atau pohon,  itu  ada di cerita film kartun. Proses reinkarnasi berlangsung puluhan bahkan mungkin sampai ratusan  tahun. Sementara pohon-pohon di berikan busana (sarung: menurut Ustazd Abdul Aziz),  adalah  sebagai  tanda bahwa pohon-pohon  tersebut dilestarikan dan tidak boleh ditebang sembarangan. Ini wujud bahwa Hindu cinta lingkungan.
Kedua.  Di dalam agama Hindu, dalam memberangkatkan mayat ada tradisi trobosan yakni berjalan menerobos di bawah keranda mayat, sebagai wujud bhakti kepada orang tua yang meninggal. Dan ketika mayat ditandu ke kuburan, di sepanjang jalan dipayungi. Apakah mayatnya kepanasan? Belum pernah mati kok tahu mayat kepanasan. Di Islam acara-acara semacam itu tidak ada dasar hukumnya baik di hayat maupun hadist.
Tanggapan Penulis. Dengan tanpa bermaksud merendahkan kemampuan sosok Ustadz Abdul Aziz di bidang agama, namun perlu saya sampaikan bahwa rangkaian acara satu hari, 3, 7, 40, 100 dan  nyewu,  menurut hemat saya adalah tradisi di dalam kehidupan beragama dengan berbagai tujuan dan motivasinya. Misalnya ‘’Tradisi Nyewu di Yogyakarta’’ yang pernah dimuat di Media Hindu.  Tolong dibedakan antara agama dan tradisi.
Ketiga.  Apakah Tuhan Hindu minta makan? Lihat ini, Dewa makan bubur hangat. Dewa  Brahma masih  doyan pisang rebus  (Ustadz menunjukkan  gambar Brahma disertai sesajen termasuk tumpeng). Tumpeng bagi Hindudianggap simbol Tri Murti. Barang siapa yang bisa membikin tumpeng, berarti dia sudah masuk Hindu.
Tanggapan Penulis. Orang bodoh pun tahu bahwa Tuhan tidak butuh apapun dari manusia, apalagi pisang rebus. Makanan duniawi cuma dibutuhkan oleh badan fisik, tidak untuk badan rohani. Persembahan berupa bebantenan yang dilakukan oleh orang Bali yang beragama Hindu  bukan untuk memberi dewa (Tuhan) makan. Akan tetapi, melakukan persembahan merupakan cara umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan  ungkapan rasa terimakasih kepada Tuhan atas  segala anugerah-Nya. Persembahan tersebut kemudian dimohonkan untuk diberkati untuk selanjutnya dapat kita nikmati. ‘’Yang baik makan setelah upacara bakti, akan terlepas dari segala dosa, tetapi menyediakan makanan lezat hanya bagi sendiri, mereka ini sesungguhnya makan dosa. ‘’ (BG. III.13)
Bisa membuat tumpeng berarti masuk Hindu? Ini bombastis. Untuk menjadi Hindu ada proses ritualnya, di antaranya upacara sudi widana dan mengucapkan Panca Sradha.  Banyak orang muslim, kristen dan Budha yang pandai  membuat tumpeng, apakah itu berarti mereka masuk Hindu?
Para Wali Menjiplak Weda?
Menanggapi  pertanyaan seorang jamaah mengenai film  seri kartun ‘’Little Krsna’’ di  TV, Ustadz Abdul Aziz  mengatakan, ‘’Hati-hati, awasi anak-anak kita, itu cara-cara orang di luar muslim untuk melakukan cuci otak terhadap anak-anak kita (muslim).’’   Sedangkan setahu saya,  cuci otak itu adalah cara teroris untuk merekrut anggota. Teroris itu siapa?  Tidak pernah ada di dalam Hindu gerakan cuci otak untuk merekrut orang (agama) lain. Yang ada malah sebaliknya, orang di luar Hindu yang sibuk melakukan gerakan konversi untuk  memperoleh tabungan pahala.
Benarkah para wali dulu mengubah (menjiplak) doa-doa Hindu ke dalam bahasa Al-Quran?’’ Atas pertanyaan seorang jamaah lainnya ini, Ustadz Abdul Aziz tidak  kuasa menjawab. ‘’Saya tidak berani  menjawab pertanyan ini, karena saya tidak punya referensi sebagai dasar,’’ tangkisnya. Apa  makna di balik kata tidak berani tersebut? Apa benar dia tidak punya referensi?
Seorang ustadz yang  mengaku telah belajar weda selama 25 tahun,  tetapi referensi yang disampaikan  kok malah muter-muter  soal tradisi melulu; acara selamatan, terobosan,  memayungi mayat, pohon pakai sarung, keris dan jimat minum kopi, membuat tumpeng.
Padahal harus disadari, yang namanya tradisi tentulah berbeda sesuai dengan desa,  kala, patra (tempat, waktu dan keadaan), baik di dalam satu agama apalagi beda agama. Semua agama punya tradisi, termasuk di kalangan umat Islam.  Tetapi sepanjang hal itu dilakukan sebagai ungkapan rasa bhakti,  rasa hormat dan doa,  kenapa tidak diapresiasi. Tidak ada dasar hukumnya (bida’ah)?  Sekarang zaman komputerisasi, di mana-mana orang pakai laptop,  HP, pesawat terbang, sepeda motor, apakah juga bida’ah menurut Islam?
Selama berceramah, tidak ada sepotong filsafat pun yang terlontar dari mulut sang ustadz.  Sementara  esensi dari ajaran Hindu  ada pada filsafat. Di situ logika dimainkan, bukan sekedar keyakinan semu dengan menelan  mentah ayat-ayat.
Mantram Tryambakam adalah syair yang sakral dan memiliki kekuatan (energi)  gaib. Kalau sekedar ngusir nyamuk dan menghilangkan bau busuk, ngapain harus melakukan yoga samadi sampai tujuh hari tujuh malam, cukup dengan autan saja. Sedangkan di dalam melakukan yoga samadi,  pada  tahap tertentu, berbagai bentuk godaan bisa saja  muncul.   Namun hal itu bukanlah petunjuk Tuhan (hidayah),  malah  bila kita tidak kuat bisa terjerumus. 


 Sumber : salafytobat.wordpress.com

Pendapat Saya

Saya (pemilik blog .pent) sangat senang sekali dengan topik-topik seperti ini, dikarenakan adanya pemahaman tersendiri yang menghasilkan sebuah penjelasan kepada saya tentang sebab-akibat mengapa mereka (narasumber .pent)  memilih Islam sebagai pelabuhan keyakinan dalam hati mereka. Dalam artikel yang saya muat dalam blog saya ini, sebenarnya memiliki nilai yang terkesan memojokkan keyakinan orang yang berbeda dengan saya. 
 Mengapa memuat artikel seperti ini? Maka jawaban saya, orang-orang yang meninggalkan agama yang dahulu mereka yakini pasti memiliki argumen yang kuat. Setiap mereka akan memaparkan informasi-informasi yang mereka yakini menjadi alasan beralihnya keyakinan mereka dari ajaran agama yang satu menuju ajaran yang lainnya. Maka dengan adanya informasi ini, dapat menjadi bahan penelitian dan renungan untuk diri pribadi dan bagi orang-orang yang membutuhkan informasi seperti ini sehingga dapat menumbuhkan pondasi keyakinan saya dan orang-orang yang berfikiran positif terhadap ISLAM semakin kuat.

Dalam artikel ini, ada sebuah pro dan kontra terhadap kesaksian narasumber. Pemikiran Wahabi digadang-gadang menjadi letak masalah dalam cuplikan ini. Namun anehnya, orang yang kontra dengan ceramah ini, hanya memaparkan alasan-alasan cabang dalam agama, seperti tradisi tumpeng, sekapur sirih, dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Bagi orang-orang yang membaca artikel ini, saya hanya menyarankan bahwa:
  1. Kita harus mengklarifikasi siapa itu WAHABI?
  2. Kita harus memastikan orang-orang yang membersihkan bid’ah dalam urusan Agama sudah dipastikan WAHABI?
  3. Bebaskan pola fikir kita dari ke-taklikan pada sebuah golongan atau kelompok!.
  4. Kita harus sadar jika kita mengikuti pemahaman/pendapat para Imam-Imam Besar, maka kita sepatutnya mengetahui secara jelas apakah para Imam-Imam besar itu pernah mengatakan WAHABI kepada Imam-Imam lain yang tidak sepaham dengan mereka.
  5. Saya pesankan cuma satu, yaitu: 
ISLAM itu bukan kelompok, tetapi ISLAM itu adalah keluarga besar.
Saya seorang manusia yang tidak sempurna sehingga terbersik dalam hati saya meminta maaf kepada para pembaca dikarenakan kehilafan dan kekuarangan ilmu dalam diri..

Seluruh artikel saya, didedikasikan untuk diri sendiri dan orang-orang yang merasa informasi dalam blog ini bemanfaat..

Informasi dalam artikel ini masih belum lengkap dan butuh banyak data-data diharapkan bagi sahabat-sahabat pembaca masukan dan pendapatnya...

1 comment:

  1. Ada yang tau nomor telpon Ustad Adul aziz g ya? mohon infonya di m4purwanto@gmail.com Jazakumulloh Khoir.

    ReplyDelete

Powered by Blogger.