Mencari Jejak Akhir Zaman; Al-Fitan - Ibnu Katsir

Pada artikel kali ini saya ingin mempublikasikan sebuah buku yang baru saja saya ketahui keberadaanya. Apalagi, saya merupakan orang yang sangat menyukai tentang ilmu akhir zaman, buku ini sangat mendorong diri saya untuk mengetahui apa-apa saja pembahasan didalamnya. Namun sayangnya, saya harus menunda sejenak waktu untuk membacanya dikarenakan masalah biaya, dan susahnya menemukan buku ini. (mudah-mudahan ada alternatif lain untuk dapat menikmati ilmu didalamnya) Tanpa berbasa-basi lagi, kita langsung aja ke bagian resensinya.
Iman kepada hari Akhir termasuk salah satu rukun iman yang enam dan tidak sah keimanan seorang muslim kecuali dengan beriman kepadanya. Hari Kiamat adalah hari yang sangat dahsyat di mana seluruh kaum muslimin sepakat bahwa hari itu akan terjadi. Begitu banyak dalil syar'i yang menjelaskan kedudukan hari tersebut, baik yang global maupun yang terperinci. Penjelasan tentangnya memiliki konsekuensi agar kaum muslimin bersungguh-sungguh dalam mengimaninya serta memberikan peringatan keras bagi mereka yang mengingkarinya.
Dengan beriman kepada hari akhir, seorang muslim akan terdorong untuk senantiasa melaksanakan ketaatan kepada-Nya karena mengharap pahala di hari itu serta menjauhi kemaksiatan kepada-Nya karena takut akan siksa di hari itu. Demikianlah, bertambahnya pengetahuan seorang muslim tentang hari Kiamat, tentang kenikmatan yang kekal bagi orang yang taat dan juga siksa yang pedih bagi orang yang bermaksiat, merupakan pendorong yang sangat besar dalam melaksanakan ketaatan dan kebaikan serta pencegah yang sangat kuat dalam meninggalkan larangan Allah.
Tidak sempurna keimanan seorang mukmin yang mempercayai hari Kiamat, hingga dia pun mengimani tanda-tanda Kiamat tersebut. Mengimani tanda-tanda Kiamat termasuk bagian dari mengimani hari Kiamat. Sebaliknya, mengingkari sebagian tanda-tanda Kiamat berarti mengurangi kesempurnaan keimanan seseorang terhadap hari Kiamat. Sebagai gambaran, seseorang yang tidak meyakini bahwa Dajjal akan keluar dengan segala fitnahnya, berarti ia telah benar-benar terkena fitnahnya, yaitu dengan ketidaksempurnaan keimanannya dan terseret menjadi budak-budaknya. Sebaliknya, seorang mukmin yang meyakini akan keluarnya Dajjal sebagai salah satu dari tanda-tanda Kiamat, dia akan terhindar dari fitnahnya. Seseorang yang mengetahui sifat-sifat Dajjal dan berbagai fitnahnya serta mengetahui golongan-golongan pendukungnya yang menanti-nanti kedatangannya di antaranya Yahudi, tentu akan bersikap hati-hati terhadap mereka. Dia akan pandai menempatkan diri dan kecintaannya dengan tepat, dan akan lurus di dalam mensikapi dan menganalisa berbagai peristiwa yang berkaitan dengan makar dan tipu daya yang mereka lakukan. Pengaruh keimanan terhadap tanda-tanda Kiamat bagi seorang mukmin sangatlah jelas, agamanya akan lurus, keyakinannya akan kokoh dan akhlak serta prilakunya pun akan baik.
Pada bagian dari buku ini juga menerangkan tentang keluarnya seorang laki-laki dari kalangan Ahlul Bait, Allah akan mengokohkan agama Islam dengannya, dia akan menjadi pemimpin selama tujuh tahun. Bumi akan dipenuhi dengan keadilan sebagaimana sebelum-nya dipenuhi dengan kezhaliman. Semua umat merasakan kenikmatan pada masanya dengan kenikmatan yang belum dirasakan sebelumnya; bumi me-ngeluarkan berbagai tumbuhan, langit menurunkan hujan, dan harta akan dilimpahkan tanpa batas.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Pada masanya, buah-buahan sangat melimpah, banyak tanaman tumbuh subur, harta melimpah, pemerintahan kuat, agama tegak, musuh tunduk, dan kebaikan langgeng di hari-harinya.”[1]
-  Nama dan Sifatnya
Nama laki-laki tersebut seperti nama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan nama bapak-nya seperti nama bapak Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka nama beliau adalah Muhammad -atau Ahmad- bin ‘Abdillah. Beliau berasal dari keturunan Fathimah binti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan dari keturunan al-Hasan bin ‘Ali Radhiyallahu anhuma.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang al-Mahdi, “Dia adalah Muhammad bin ‘Abdillah al-‘Alawi, al-Fathimi, al-Hasani.”[2]
Dan sifatnya yang diterangkan dalam riwayat bahwa beliau memiliki dahi yang lebar, dan hidung yang mancung.
-  Tempat Keluarnya
Al-Mahdi akan keluar dari arah timur. Diterangkan dalam hadits, dari Tsauban Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Ada tiga orang yang akan saling membunuh di sisi simpanan kalian; mereka semua adalah putera khalifah, kemudian tidak akan kembali ke salah seorang dari mereka. Akhirnya muncullah bendera-bendera hitam dari arah timur, lalu mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan oleh satu kaum pun… (lalu beliau menutur-kan sesuatu yang tidak aku fahami, kemudian beliau berkata:) Jika kalian melihatnya, maka bai’atlah dia! Walaupun dengan merangkak di atas salju, karena sesungguhnya ia adalah khalifah Allah al-Mahdi.”[3]
Ibnu Katsir rahimahulah berkata, “Yang dimaksud dengan simpanan pada redaksi tersebut adalah simpanan Ka’bah. Tiga orang dari putera-putera khalifah akan saling membunuh di sisinya untuk memperebutkannya hingga tiba akhir zaman. Kemudian keluarlah al-Mahdi dan beliau datang dari arah timur, bukan dari Sardab Samira sebagaimana dikatakan oleh orang-orang bodoh dari kalangan Rafidhah bahwa al-Mahdi saat ini ada di dalamnya, dan mereka sedang menunggu kemunculannya di akhir zaman. Ini adalah satu bentuk kebohongan, keterbelakangan yang sangat nampak, dan kehebatan tipu daya syaitan, karena tidak ada dalil yang menunjukkan hal itu, juga bukti dari al-Qur-an, as-Sunnah, akal sehat, dan anggapan yang benar.”
Beliau pun berkata, “Beliau didukung oleh orang-orang dari timur yang menolongnya, menegakkan kekuasaannya, memperkuat sendi-sendinya, dan bendera mereka saat itu pun berwarna hitam, yang melambangkan ketenangan, sebagaimana bendera Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu berwarna hitam dengan sebutan al-‘Uqaab.”
Sampai perkataan beliau, “Dan maksud dari pernyataan bahwa al-Mahdi yang dipuji lagi dijanjikan keberadaannya di akhir zaman, asal munculnya adalah dari arah timur. Dan dia akan dibai’at di Masjidil Haram (dekat Ka’bah), sebagaimana ditunjukan oleh sebagian hadits.”[4]
Inilah sedikit terjemah dari kitab An Nihayah fi al Fitan wa Al Malahimi, sebuah kitab karya Al Imam Al hafidzh Abul Fida Ibnu Katsir -rahimahullah- , penulis kitab tafsir Ibnu Katsir, dan Al Bidayah An Nihayah.
Sebuah kitab induk/rujukan yang menjelaskan  tentang Kiamat, Didalam kitab ini kitab dapat mendapatkan gambaran detail apa yang bakal terjadi di akhir zaman nanti diseputar peperangan, huru-hara serta berbagai peristiwa mencekam lainnya. Juga segala apa yang potensial tejadi menjelang terjadinya hari kiamat, berbagai tanda seperti tersebarnya fitnah Dajjal,  kembalinya Nabi Isa putra Maryam, serta peristiwa diseputar kaum Ya'juj dan Ma'juj. Kitab ini menjelaskan secara menyeluruh mengenai tanda-tanda kiamat serta semua yang berkaitan dengn peristiwa setelah kiamat. seperti tentang hari berbangkit, Hisab, mizan (timbangan amal), shiroth ( jembatan), Al Jannah(surga), An Naar ( neraka) dan berbagai kaitan lainnya.
Kelebihan dari buku ini adalah, semua hadits yang tercantum telah ditakhrij berdasarkan kitab-kitab hadits Syaikh Muhammad nashiruddin Al Albani -rahimahullah-

Kumpulan Tafsir Ibnu Katsir dan Biografi (Klik Disini)

Sumber:  al-aisar.com
               Dr. Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Wabil, Pasal Pertama AL-MAHDI

_______
Footnote
[1]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/31) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
[2]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/29).
[3]. Sunan Ibni Majah, kitab al-Fitan, bab Khuruujul Mahdi (II/1367), Mustadrak al-Hakim (IV/463-464), beliau berkata, “Hadits ini shahih dengan syarat asy-Syaikhani.” Disepakati oleh adz-Dzahabi.
Ibnu Katsir berkata, “Ini adalah sanad yang kuat dan shahih.” An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/29) tahqiq Dr. Thaha Zaini.
Al-Albani berkata, “Makna hadits ini shahih tanpa lafazh, فَإِنَّ فِيْهَا خَلِيْفَةُ اللهِ الْمَهْدِيُّ, Ibnu Majah telah meriwayatkannya dari jalan ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud secara marfu’ seperti riwayat ‘Utsman yang kedua, dan sanadnya hasan, dan tidak didapatkan padanya ungkapan “Khalifatullah”. Tambahan ini tidak memiliki jalan yang tsabit (kuat) tidak pula memiliki riwayat yang dapat memperkuatnya, ia adalah tambahan yang munkar… dan di antara kemunkarannya bahwa di dalam hukum Islam tidak dibenarkan mengatakan “Khalifatullah”, karena ungkapan tersebut memberikan isyarat sesuatu yang tidak layak bagi Allah berupa kekurangan dan kelemahan.”
Kemudian beliau menukil perkataan dari al-Fataawaa’ karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah yang di dalamnya terdapat bantahan bagi orang yang berkata bahwa Khalifah itu adalah khalifah dari Allah, “Sesungguhnya Allah tidak membutuhkan khalifah, karena Allah adalah al-Hayy (Yang Maha-hidup), asy-Syahiid (Yang Mahamenyaksikan), al-Muhaimin (Yang Mahaperkasa), al-Qayyum (Yang Mahaberdiri sendiri), ar-Raqiib (Yang Maha Mengawasi), al-Hafiizh (Yang Mahamenjaga), dan al-Ghaniiy (Yang Mahakaya) atas semua alam. Dan sesungguhnya adanya khalifah ketika tidak adanya orang yang digantikan, dengan sebab kematian atau pergi, sementara Allah disucikan dari sifat seperti itu.”
Lihat Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah wal Maudhuu’ah, (I/119-121, no. 85).
[4]. An-Nihaayah/al-Fitan wal Malaahim (I/29-30).

No comments

Powered by Blogger.