Mencari Jejak Ya’juj Ma’juj: Bangsa Khazar dan Teori Suku Yahudi Ke-13
SETIAP
kali mendengar istilah Yahudi, sebagian orang mungkin membayangkan istilah ini
mewakili dua hal sekaligus: agama dan bangsa/ras. Dengan kata lain, Yahudi
merupakan agama yang dianut oleh orang-orang berdarah Yahudi (Bani Israil).
Agama Yahudi memang biasanya dinisbatkan kepada keturunan Israil (Nabi Ya’qub
’alaihis salam), yang terdiri dari 12 suku, dan bukan kepada selain mereka.
Kita mengetahui bahwa di sepanjang sejarah dan juga pada hari ini, ada banyak
orang-orang berdarah Yahudi yang menganut keyakinan selain Yahudi, baik Islam,
Kristen, ataupun atheisme. Tapi banyak orang mungkin tidak membayangkan adanya
bangsa non-Yahudi, bangsa di luar kedua belas suku Israil, yang menganut
yudaisme. Kenyataannya, ada beberapa suku bangsa non-Bani Israil yang menganut
yudaisme, di samping mereka yang memang berdarah Yahudi.
Dalam
kitab-kitab Sirah Nabawiyyah kita membaca bahwa sekitar satu abad menjelang
kenabian ada peristiwa terkait dengan apa yang disebut Al-Quran sebagai Ashabul
Ukhdud. Tepatnya pada tahun 523 M, seorang raja beragama Yahudi di Yaman, Dzu
Nuwas, melakukan penyerangan dan pembunuhan terhadap para penganut Kristen di
wilayah Najran. Peristiwa inilah yang memicu invasi pasukan Ethiopia ke Yaman.[1]
Ibn Hisyam menyebutkan di dalam sirahnya bahwa agama Yahudi masuk ke Yaman pada
masa itu melalui dakwah rabi Yahudi terhadap penguasa di wilayah Yaman, bukan
melalui migrasi orang-orang Yahudi. Konversi beberapa Raja Bani Himyar di Yaman
bahkan sudah terjadi sejak beberapa abad sebelumnya. Selain di Yaman, sejarah
juga menyebutkan bahwa beberapa suku Berber di Afrika Utara, seperti suku
Jawara, Nafusa, dan Kahina, menganut agama Yahudi sebelum masuknya Islam ke
wilayah itu dan sebagian dari mereka mempertahankannya hingga ke masa Islam. [2]
Di
antara kaum non-Bani Israel yang menganut agama Yahudi yang paling penting dan
paling menonjol di dalam sejarah adalah bangsa Khazar. Orang-orang Khazar
merupakan bangsa keturunan Turki, walaupun ada satu riwayat yang sulit
dikonfirmasi kebenarannya menyebutkan bahwa mereka adalah keturunan Japeth bin
Nuh dan menjalin hubungan pernikahan dengan keturunan Ibrahim ’alahis salam,
dari istri Arabnya yang bernama Qantura/Keturah binti Maqtur yang berhijrah dan
mendiami wilayah Khurasan. [3] Mereka mendiami wilayah di bagian
Utara Laut Hitam, yang sekarang ini merupakan bagian dari wilayah Rusia,
berbatasan dengan Kekhalifahan Islam di sebelah Selatan dan Tenggara, dan
dengan Byzantium di sebelah Barat dan Barat Daya. Kerajaan Khazar eksis sejak
abad ke-7 dan bertahan selama beberapa abad lamanya, setidaknya sampai abad
ke-10/11. Pada awalnya mereka menganut paganisme dan shamanisme, namun sejak
pertengahan abad ke-9 mereka menganut agama Yahudi.
Nama
Khazar disebutkan dalam banyak literatur muslim pada masa itu, walaupun tidak
secara detail. Muhammad ibn Musa al-Khawarizmi, matematikawan muslim, pernah
dikirim oleh Khalifah ke Khazar, entah untuk keperluan apa. Misi Sallam mencari
tembok Ya’juj Ma’juj, sebagaimana pernah kami sebutkan dalam tulisan sebelumnya
("Rihla"), juga melalui kerajaan ini dan mendapat bantuan dari
penguasa Khazar, Tarkhan. [4] Sejak pertengahan abad ke-7, bangsa
Khazar menjadi kekuatan yang dominan di wilayah Kaukasia dan memainkan peranan
penting dalam perdagangan antara dunia Islam dengan wilayah-wilayah di
sekitarnya selama 3 abad berikutnya. [5]
Masa-masa
perang dan damai dengan tetangga-tetangganya yang muslim (Abbasiyah) dan
Kristen (Byzantium), serta interaksi dengan orang-orang Yahudi yang bermigrasi
ke Khazaria sejak abad ke-8, mendorong penguasa Khazar untuk memilih salah satu
dari tiga agama tersebut. Pada pertengahan abad ke-9, Raja Bulan mengundang
tokoh-tokoh agama Yahudi, Kristen, dan Islam untuk mengetahui doktrin dan
ajaran masing-masing agama. Ia kemudian memilih Yahudi sebagai agamanya, dan
belakangan menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan. Kira-kira tiga abad
kemudian, Yehuda ha-Levi, seorang filsuf Yahudi di Andalusia, menulis sebuah
kitab berjudul Sefer ha-Kuzari (Kitab al-Khazari), sebuah kitab yang lebih
ditujukan untuk menunjukkan keunggulan teologis Yahudi melalui kisah dialog
antara penguasa Khazar dengan tokoh-tokoh agama, ketimbang aspek historis dari
proses konversi itu sendiri.
Dalam
bagian kedua buku ini diceritakan bahwa setelah berdialog dengan ketiga tokoh
agama tersebut, dan juga dengan seorang filsuf, penguasa Khazar dan wazirnya
melakukan perjalanan ke daerah pegunungan hingga pada suatu malam tiba di
sebuah gua dan berjumpa dengan orang-orang Yahudi yang tengah merayakan hari
Sabath. Dengan merahasiakan identitasnya, mereka kemudian berkonversi ke agama
Yahudi dan disunat di gua tersebut. Setelah itu mereka kembali ke kerajaan dan
mempelajari hukum-hukum Yahudi lebih jauh, tapi masih merahasiakan keyahudian
mereka untuk beberapa waktu lamanya. Secara bertahap mereka kemudian
mengumumkan agama baru mereka dan mendorong masyarakat Khazar untuk memeluk
agama Yahudi.
Ha-Levi
juga menjelaskan bahwa "buku-buku sejarah mereka (Khazar, pen.) juga menyebutkan
tentang kemakmuran mereka, bagaimana mereka mengalahkan musuh, menaklukkan
wilayah-wilayah lawan, dan mendapatkan harta pampasan yang besar ... betapa
mereka menyintai keyakinan mereka dan memendam rindu terhadap Rumah Suci,
sampai-sampai mereka membuat sebuah tabernakel seperti yang pernah dibuat oleh
Musa. Mereka juga menghargai dan menyambut orang-orang keturunan Israel yang
hidup di tengah-tengah mereka."
Penguasa-penguasa
Khazar berikutnya meneruskan kebijakan ini. Mereka menganut agama Yahudi secara
sungguh-sungguh, membangun sinagog di wilayah Khazar, mengundang rabi-rabi
Yahudi dari negeri-negeri lain untuk datang dan mengajar di negeri mereka, dan
mendorong konversi lebih jauh masyarakatnya ke dalam agama Yahudi. Dengan
demikian, walaupun ada sebagian masyarakat Khazar yang menganut Islam dan juga
Kristen, sebagian besar bangsa Khazar kemudian menjadi penganut Yahudi. Sejak
saat itu, terutama sejak abad ke-10, bangsa Khazar secara umum dikenal sebagai
penganut Yahudi. [6]
Yehuda
ha-Levi, yang telah kami sebutkan di atas, bukan tokoh Yahudi pertama di
Andalusia yang mengetahui tentang keberadaan Yahudi Khazar. Pada tahun 950-an,
seorang tokoh Yahudi lainnya di Andalusia, Hasdai ibn Shaprut, telah mendengar
tentang keberadaan kerajaan Yahudi Khazar yang terletak jauh dari tempat
tinggalnya itu. Ia berusaha mengirimkan sebuah surat kepada penguasa Khazar
untuk mendapatkan informasi lebih dalam. Upayanya yang pertama gagal dan
suratnya hanya mencapai Konstantinopel. Tapi sebagai gantinya ia mendapatkan
informasi tentang sejarah Khazar dari seorang Yahudi Khazar di Konstantinopel
melalui sebuah surat yang kini dikenal sebagai Schechter Letter. Surat itu
menjelaskan bahwa bangsa Khazar dan Yahudi yang bermigrasi dari Armenia saling
menikah satu sama lain dan menjadi bangsa yang satu. [7]
Upaya
Hasdai yang berikutnya pada tahun 954 berhasil dan suratnya diterima oleh Raja
Joseph yang memimpin Kerajaan Khazar. Balasan surat Raja Joseph diterima oleh
Hasdai pada tahun berikutnya. Surat itu menjelaskan tentang konversi penguasa
Khazar serta masyarakatnya ke dalam agama Yahudi hingga ke masa itu. Sejak
menganut Yahudi, nama-nama penguasa Khazar sebagian besar mengadopsi nama-nama
semitik, seperti Yitzhak, Benjamin, Aaron, dan juga Joseph. [8]
Ironinya,
hanya satu dekade setelah korspondensi Hasdai tersebut, Kerajaan Khazar
mengalami keruntuhan. Bangsa Rus menginvasi kerajaan tersebut pada tahun 960-an
dan memporak-porandakan ibukotanya, Atil, pada tahun 967/968. Kerajaan tersebut
tampaknya masih bertahan setidaknya sampai setengah abad berikutnya, tetapi
kekuatannya semakin kecil dan akhirnya menghilang dari sejarah. Kemunduran
kerajaan ini mendorong bangsa Khazar melakukan migrasi ke beberapa wilayah
Eropa Timur, seperti Hunggaria, Polandia, di samping yang tetap bertahan di
tempat asalnya di bawah pemerintahan bangsa lain. Mereka kemudian terasimilasi
ke dalam masyarakat tempat mereka tinggal, terutama dalam komunitas Yahudi
setempat. Sekarang ini, kita tidak mendengar lagi adanya negeri atau wilayah
bernama Khazaria, bangsa bernama Khazar, atau bahkan sebutan Yahudi Khazar.
Sebagian peneliti dan penulis kontemporer, seperti Arthur Koestler dalam
bukunya The Thirteenth Tribe: Khazar Empire and Its Heritage, mengemukakan
teori bahwa orang-orang Yahudi Eropa, atau yang dikenal sebagai Yahudi
Askhenazi, sebetulnya merupakan keturunan Khazar, atau setidaknya banyak
dipengaruhi oleh ras bangsa Khazar, dan bukan murni keturunan Israel. Dengan
kata lain, kebanyakan orang-orang Yahudi sekarang ini dikatakan tidak berasal
dari dua belas suku Israel, melainkan berasal dari ’suku yang ke-13,’ yaitu
bangsa Khazar.
Perdebatan
tentang asal-usul Yahudi Askhenazi ini menjadi penting mengingat kelompok
Askhenazi mewakili 80% komposisi Yahudi dunia pada hari ini Teori asal-usul
non-Yahudi pada kaum Askhenazi ini bukannya tanpa dasar sama sekali, terlebih
lagi upaya dakwah dan konversi terhadap orang-orang non-Bani Israil di Eropa
juga terjadi terhadap beberapa bangsa Eropa Timur selain Khazar. [9]
Teori ini telah menggugat klaim orang-orang Yahudi kontemporer terhadap tanah
Palestina dan melemahkan legitimasi mereka untuk terus menguasai wilayah
tersebut. Sebab sekiranya mereka bukan keturunan Bani Israil yang dulu pernah
mendiami Palestina, maka atas alasan apa mereka mengklaim hak untuk kembali ke
sana? Teori ini tentu saja menimbulkan rasa tidak suka di kalangan orang-orang
Yahudi, khususnya para pendukung Zionisme, yang melabeli para pendukung teori
tersebut sebagai penganut anti-semitisme.
Belum
lama ini seorang Profesor Sejarah di Tel Aviv University, Shlomo Sand, menulis
sebuah buku berjudul The Invention of the Jewish People (terbit pertama kali
dalam bahasa Ibrani pada tahun 2008 dan versi Inggrisnya terbit tahun 2009).
Dalam buku tersebut ia juga mendukung pendapat yang menyatakan bahwa kebanyakan
orang-orang Yahudi di Eropa Tengah dan Timur merupakan keturunan Khazar yang
menganut yudaisme. Baginya tidak ada bangsa Yahudi (Jewish People), yang ada
hanyalah komunitas-komunitas beragama Yahudi yang dikonversikan di sepanjang
sejarah Yahudi. Lebih jauh ia menolak pendapat populer yang menyatakan bahwa
orang-orang Yahudi telah diusir keluar dari Palestina dan karenanya wajib untuk
kembali ke Palestina.
Menurutnya
bangsa Romawi tidak pernah mengusir keluar orang-orang Yahudi dari Palestina
dan orang-orang Yahudi sendiri tidak melakukan eksodus keluar dari wilayah itu.
Kebanyakan orang-orang Yahudi tetap tinggal di Palestina, dan pada saat Islam
masuk ke daerah itu kebanyakan mereka masuk Islam, berbaur dengan orang-orang
Arab, dan menjadi nenek moyang orang-orang Arab-Palestina yang ada sekarang.
Secara umum Shlomo Sand berpendapat bahwa ide tentang bangsa Yahudi merupakan
kreasi (invention) para Sejarawan Yahudi abad ke-19 dan 20 yang menjadi
sumbangan bagi Zionisme. [10]
Memang
tidak mudah untuk memastikan apakah orang-orang Yahudi Askhenazi merupakan
keturunan Khazar atau betul-betul berdarah semitik. Belakangan ini banyak
dilakukan penelitian DNA oleh para ahli untuk melacak asal-usul biologis
orang-orang Yahudi modern. Banyak dari studi ini menunjukkan bahwa secara
paternal, orang-orang Yahudi yang ada sekarang memiliki asal usul genetis Timur
Tengah. Kromosom Y (kromosom yang hanya diwarisi dari jalur bapak) yang ada
pada mereka, mirip dengan yang dimiliki orang-orang Arab yang ada di Palestina,
Lebanon, dan Syria. [11] Tapi hal ini tidak sepenuhnya menghapus
kemungkinan adanya percampuran dengan ras non-Yahudi.
Penelitian
DNA keturunan Yahudi Askhenazi yang dilakukan oleh Almut Nebel dan timnya
menunjukkan bahwa walaupun secara genetik mereka lebih dekat dengan orang-orang
Yahudi dan Arab di Timur Tengah, tetapi ada frekuensi R-M17 yang cukup tinggi
(11,5%) pada kromosom Y mereka. R-M17 merupakan kromosom Y yang dominan di
kalangan masyarakat Eropa Timur. Ini mungkin merepresentasikan adanya pengaruh
genetik dari bangsa Khazar. [12] Adapun dari jalur maternal, masih
ada perbedaan pendapat di kalangan para ahli genetik apakah kaum lelaki Yahudi
yang bermigrasi ke Eropa menikah dengan perempuan setempat atau membawa serta
pasangan-pasangan Yahudi mereka dari Timur Tengah. [13] Secara umum
dapat dikatakan bahwa penelitian DNA atas kaum Yahudi yang dilakukan dalam satu
dekade terakhir ini, dan kebanyakannya dipimpin oleh para ilmuwan yang berbasis
di Israel, menguatkan klaim orisinalitas semitik kaum Yahudi modern, walaupun
tidak dalam artian ras yang murni.
Apakah
orang-orang Yahudi, termasuk Yahudi Askhenazi, yang ada sekarang memiliki ras
yang murni atau tidak bukanlah sesuatu yang terlalu penting. Sekiranya mereka
memang keturunan Israil (Ya’qub ’alaihis salam), mereka tetap tidak berhak
merampas tanah Palestina dan berlaku zalim terhadap penduduknya. Mereka justru
seharusnya malu karena perilaku mereka sama sekali tidak menunjukkan kemuliaan
nenek moyang mereka yang banyak melahirkan nabi-nabi dan orang-orang shalih.
Dan sekiranya Yahudi Askhenazi ternyata memang kebanyakannya keturunan Khazar,
dan bukan Bani Israil, seharusnya mereka lebih malu lagi, karena dusta yang
telah mereka sebarluaskan demi merampas tanah orang lain. Tapi, apalah maknanya
kalimat-kalimat ini bagi suatu bangsa yang memang tidak tahu malu. Wallahu
a’lam bish showab.
Sumber : www.hidayatullah.com
[1]
Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfury, Perjalanan Hidup Rasul yang Agung
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Kelahiran hingga Detik-detik
Terakhir (diterjemahkan dari al-Rahiiq al-Makhtuum), Jakarta: Pustaka al-Sofwa,
2004, hlm. 24. Dalam buku versi Indonesia ini disebutkan bahwa Dzu Nuwas adalah
seorang berdarah Yahudi. Kami kira terjemahan yang lebih tepat adalah ia
merupakan seorang yang menganut agama Yahudi, berbeda dengan bangsa Yahudi yang
ada di Madinah misalnya.
[2]
Lihat Alwi Alatas, Sang Penakluk Andalusia: Tariq ibn Ziyad & Musa ibn
Nusayr, Jakarta: Zikrul, 2007, hlm. 20.
[3]
Terjemahan laporan perjalanan Tamim ibn Bahar. V. Minorsky, ’Tam?m ibn Bahar’s
Journey to the Uyghurs’ dalam Ian Richard Netton (ed.), Islamic and Middle
Eastern Geographers and Travellers: Critical Concepts in Islamic Thought, vol.
1, London: Routledge, 2008, hlm. 105. Lihat juga Kevin Alan Brook, The Jews of
Khazaria, Lanham: Rowman & Littlefield Publishers., Inc., 2004, hlm.135
[4]
Basil Anthony Collins, Al-Muqaddasi: The Man and His Work with Selected
Passages Translated from the Arabic, Michigan: The University of Michigan,
Ph.D., 1973, hlm. 224; Ibrahim Showket, Arab Geography Till the End of the
Tenth Century, (disertasi), Michigan: University Microfilms International
(UMI), 1987, hlm. 69. Penguasa Khazar pada masa ini tentu saja belummenganut
agama Yahudi.
[5]
Judith Gabriel, “Among the Norse Tribes: The Remarkable account of Ibn Fadlan”
dalam Ian Richard Netton (ed.), Islamic and Middle Eastern Geographers and
Travellers: Critical Concepts in Islamic Thought, vol. 1, London: Routledge,
2008, hlm. 149.
[6]
Lihat kutipan dari literatur-literatur Muslim dan lainnya tentang ini dalam
Brook, hlm. 137-141.
[7]
Ibid., hlm. 129.
[8]
Ibid. hlm. 131-133.
[9]
Untuk ini lihat misalnya ibid., hlm. 247-259.
[10]
Lihat antara lain Anita Shapira, “Review Essay: The Jewish-people deniers,” The
Journal of Israeli History, Vol. 28, No. 1, March 2009, 63-72. Dirujuk melalui
http://www.isracampus.org.il/Extra%20Files/Anita%20Shapira%20-%20Shlomo%20Sand%20book%20review.pdf.
Buku Shlomo Sand menimbulkan pro-kontra di kalangan akademisi. Artikel Shapira
yang kami rujuk di sini termasuk yang mengkritisi gagasan Sand di atas.
[11]
Nicholas Wade, “Y Cromosome Bear Witness to Story of Jewish Diaspora”
NYTimes.com, 9 May 2000. Lihat juga artikel M.F. Hammer, et.al. pada “Jewish
and Middle Eastern non-Jewish Populations Share a Common Pool of Y-Chromosome
Biallelic Haplotypes,” Proceeding of the National Academy of Sciences of the
United States of America, 2000 June 6, 97(12), dirujuk melalui
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC18733/?tool=pmcentrez
[12]
Almut Nebel, et.al., “Y chromosome evidence for a founder effect in Askhenazi
Jews,” European Journal of Human Genetics (2005) 13, 388–391, dirujuk melalui
http://www.nature.com/ejhg/journal/v13/n3/full/5201319a.html. Lihat juga
penelitian Doron M. Behar, et.al. “Multiple Origins of Askhenazin Levites: Y
Cromosome Evidence for both Near Eastern and European Anchestries,” dalam http://www.familytreedna.com/pdf/400971.pdf
pada tahun 2003 yang menunjukkan tingginya haplopgroup (lebih dari 50%)
non-Timur Tengah pada kromosom Y kelompok Levi Askhenazi. Ini menunjukkan
adanya pengaruh genetik Eropa yang sangat tinggi pada kelompok tersebut. Levi
merupakan salah satu keluarga elit Yahudi, selain Cohen, yang mengambil nasab
dari jalur bapak, bukan ibu. Bagaimanapun, persentase Levi hanya sekitar 2%
dari keseluruhan jumlah orang-orang Yahudi dunia.
[13]
Untuk ini lihat Nicholas Wade, “New Light on Origins of Askhenazi in Europe,”
NYTimes.com, 14 Januari 2006.
Rekomendasikan untuk mengikuti ceramah Sheikh Imron N. Hosein - Ya'juj Ma'juj
Leave a Comment