Harkitnas dan Boedi Oetomo dalam Bayang-bayang Freemason & Theosifi
Oleh:
Artawijaya*
Setiap
tanggal 20 Mei pemerintah memperingati Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas),
mengacu pada organisasi Boedi Oetomo (BO) yang didirikan pada 20 Mei 1908.
Anehnya, kedekatan BO dengan organisasi Freemason tak pernah diungkap sejarah.
Ada apa?
Het
Jong Javaasche Verbond Boedi Oetomo atau Ikatan Pemuda Jawa Boedi Oetomo
didirikan di Gedung STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen),
Batavia, pada 20 Mei 1908. Tahun berdirinya BO sama dengan tahun munculnya
Gerakan Turki Muda (Young Turk Moment). Gerakan Turki Muda (Young Turk
Movement) yang dipimpin oleh Mustafa Kemal At-Taturk juga mengadakan revolusi
kebangkitan nasional. Gerakan ini berhasil menumbangkan kekhilafahan Islam, dan
mengganti hukum Islam menjadi hukum sekular. Aktivis Turki Muda banyak
didominasi oleh para sekularis. Bahkan, At-Taturk sendiri adalah anggota
jaringan Freemason yang sangat anti dengan syariat Islam.
Mengenai
Gerakan Revolusi Turki Muda, pendiri Boedi Oetomo yang juga anggota Theosofi,
dr Soetomo mengatakan, “Perkembangan yang terjadi di Turki adalah petunjuk
jelas bahwa “cita-cita Pan-Islamisme” telah digantikan oleh nasionalisme.”
Soetomo adalah tokoh Boedi Oetomo yang banyak melontarkan pelecehan terhadap
Islam dan mengagumi gerakan kebangsaan yang terjadi di Turki.
Nama
Boedi Oetomo diambil dari bahasa Sanskerta, ”Bodhi” atau ”Buddhi” yang berarti
keterbukaan jiwa, pikiran, kesadaran, akal, dan daya untuk membentuk dan
menjunjung konsepsi ide-ide umum. Sedangkan Oetomo berasal dari kata ”Uttama”
yang berarti tingkat kebajikan utama. Jadi, BO bisa disebut sebagai organisasi
yang mengedepankan keterbukaan akal sebagai tingkat kebajikan utama. Mereka
menyebut ”budi” sebagai puncak kegiatan moral manusia dan mengendalikan akal
dan watak seseorang.
….Soetomo adalah tokoh Boedi Oetomo yang banyak melontarkan pelecehan terhadap Islam….
Boedi
Oetomo adalah organisasi yang kental dengan nilai-nilai kebatinan. Para
aktivisnya mengaku ingin menyatukan antara kultur dan tradisi Jawa dengan
pendidikan Barat. BO ingin memadukan antara modernisasi Barat dan mistis Timur.
Ki Wiropoestoko, anggota BO Surakarta mengatakan, “Berdirinya Boedi Oetomo
semata-mata merupakan hasil elit Jawa yang telah memperoleh pendidikan barat. ”Sementara
sejarawan Robert van Niels, penulis bukunya Munculnya Elit Modern Indonesia
menyebut BO sebagai organisasi yang mengikuti garis-garis barat. Ia juga
menyebut BO dan Jong Java sebagai organisasi yang bersifat Theosofis dan
agnostik.
Penggagas
organisasi BO, dr Wahidin Soediro Hoesodo adalah anggota Theosofi, sebuah
perkumpulan kebatinan yang berlandaskan pada tradisi Kabbalah Yahudi yang
didirikan oleh Helena Petrovna Blavatsky. Selain Theosofi, para ketua dan
aktivis BO juga masuk sebagai anggota Freemason. Anehnya, tentang kedekatan
organisasi ini dengan kelompok Theosofi dan Freemason tak pernah diungkap dalam
buku-buku sejarah di sekolah.
Penulis
buku Api Sejarah, sejarawan Ahmad Mansur Suryangera menyebut BO sebagai
organisasi yang lebih mencerminkan gerakan kejawen yang anti Islam, ketimbang
organisasi yang mengusung nasionalisme. Sejarawan yang banyak mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan sejarah di Indonesia ini juga menyebut BO sebagai
organisasi yang bersifat kedaerahan. Tapi sayang, dalam Api Sejarah Mansur
Suryanegara tak mengungkap hubungan antara BO dengan organisasi Freemason di
Hindia Belanda. Padahal, dokumen-dokumen sejarah yang mengungkap soal ini
begitu banyak.
Dr.
Th Stevens penulis buku Vrijmetselarij en Samenlaving in Nederlands Indie en
Indonesie 1764-1962 (Tarekat Mason Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan
Indonesia 1764-1962) menyebutkan bahwa Freemasonry memperoleh aktualitas yang
besar dengan munculnya gerakan nasionalis modern di Jawa. Kata pengantar buku
ini menyebutkan dengan jelas, bahwa Freemason menjalin hubungan dengan satu
organisasi politik Indonesia pertama ”Budi Utomo” (Lihat, hal. XVIII dan hal.
331)
Raden
Adipati Surjo sebagai anggota Freemason, berharap pemimpin muda dari gerakan
nasional, seperti Boedi Oetomo dapat dicapai dengan asas-asas Masonik
(doktrin-doktrin Freemason, pen). Tak heran, jika Freemason yang mempunyai
hubungan erat dan BO, memiliki peran yang cukup signifikan dalam gerak
nasionalisme di negeri ini. Mereka menginginkan nasionalisme yang muncul adalah
nasionalisme yang berlandaskan humanisme, suatu paham yang menjadi doktrin
tertinggi Freemason. Paham humanisme menempatkan manusia sebagai makhluk
”superior” yang berhak dan bebas menentukan kehendak, termasuk membuat aturan
hukum sendiri.
….Mereka menginginkan nasionalisme yang berlandaskan humanisme, suatu paham yang menjadi doktrin tertinggi Freemason….
Freemason
atau dalam bahasa Belanda disebut Vrijmetselarij, pada masa lalu dikenal oleh
masyarakat Jawa dengan sebutan ”Golongan Kemasonan”. Para Yahudi Belanda yang
aktif dalam organisasi ini begitu gencar mempropagandakan doktrin-doktrin
Freemason terhadap elit-elit di Jawa, khususnya kalangan kraton. Buku Gedenkboek
van de Vrijmetselaren in Nederlandsche Oost Indie 1767-1917 (Buku
Kenang-Kenangan Freemasonry di Hindia Belanda 1767-1917) yang diterbitkan oleh
tiga loge besar; Loge de Ster in het Oosten (Batavia), LogeLa Constante et
Fidale (Semarang), dan Loge de Vriendschap(Surabaya) memuat tulisan yang
mengajak masyarakat Jawa memahami hakekat organisasi Freemason atau Kemasonan.
Bahkan, pemimpin tertinggi Freemason di Hindia Belanda pada 1914-1917, Andre de
La Porte, membuat sebuah artikel berjudul ”De Javaasche Beweging in het Teeken
van de Vrijmetselarij” (Kebangkitan Jawa dalam Gerak Freemason).
FAKTA-FAKTA
KEDEKATAN BOEDI OETOMO DENGAN FREEMASON
Pertama,
Kedekatan BO dengan Freemason terlihat pada masa-masa awal BO didirikan.
Kongres pertama BO yang berlangsung pada 3-4 Oktober 1908 di Jogjakarta awalnya
ingin dilaksanakan di Loge milik Freemason. Namun, karena loge tersebut telah
lebih dulu dipakai untuk acara pameran lukisan, kongres BO yang rencananya
diadakan di loge tersebut urung dilaksanakan. ”Adapoen roemah jang patut akan
tempat kongres itu sebetoelnya logegebouw (bangunan loge Freemasonry, pen)
orang Banjak di Djokja menamakan dia “roemah setan”, akan tetapi sajang pada
waktu itoe roemah soedah diizinkan kepada seorang toean, akan diadakan tentoonstelling
(pameran) gambar-gambar…” demikian seperti dikutip dari buku Pitut Soeharto dan
Drs A Zainoel Ihsan, ”Cahaya Di Kegelapan: Capita Selecta Kedua Boedi Oetomo
dan Sarekat Islam. ”
Kedua,
Kedekatan BO dengan organisasi Freemason dan Theosofi juga bisa dilihat setahun
setelah berdirinya organisasi tersebut. Buku Soembangsih Gedenkboek Boedi
Oetomo 1908-1918 yang diterbitkan di Amsterdam, Belanda, untuk mengenang 10
tahun berdirinya BO, memuat laporan bahwa pada 16 Januari 1909, di Loge de Ster
in het Oosten (Loji Bintang Timur), Batavia, ratusan anggota BO berkumpul untuk
mendengarkan pidato umum dari Dirk van Hinloopen Labberton, orang Belanda yang
disebut oleh aktivis BO sebagai ”Bapak Kebatinan” yang kemudian menjadi Ketua
Nederlandsche Indische Theosofische Vereeniging (Theosofi Cabang Hindia
Belanda).
….Pada 16 Januari 1909, ratusan anggota Boedi Oetomo berkumpul untuk mendengarkan pidato Dirk van Hinloopen Labberton, Ketua Theosofi Cabang Hindia Belanda...
Dalam
pidato berjudul ”Theosofische in Verband met Boedi Oetomo” (Theosofi dalam
Kaitannya dengan Boedi Oetomo), Labberton bicara tentang masalah agama, tujuan
Theosofi, dan hubungannya dengan hari depan bangsa Jawa. Labberton mampu
membuat para anggota BO untuk tertarik masuk sebagai anggota organisasi
kebatinan Yahudi tersebut. Labberton pada waktu itu adalah anggota Komisi
Bacaan Rakyat (Volks Bibliotheek) yang mempengaruhi berdirinya BO. Labberton
menyebut berdirinya BO sebagai ”kesadaran moral”.
Mengapa
acara ceramah umum (openbare) tersebut diadakan di loge Freemason? Karena
antara Freemason dan Theosofi tak jauh beda. Pada masa lalu, anggota Freemason
juga aktif di Theosofi, begitupun sebaliknya. Yang cukup mengejutkan, seolah
sudah ada yang merencanakan, lokasi tempat diadakannya ceramah umum Labberton
yang dulu bernamaVrijmetselarijweg (Jalan Freemasonry), saat ini berganti nama
menjadi Jalan Budi Utomo.
Selain
Labberton, tokoh lain yang dekat dengan Boedi Oetomo adalah Godard Arend
Hazeau, Penasihat Urusan Pribumi Pemerintah Hindia Belanda. Hazeau datang ke
Indonesia dengan bekerja sebagai guru Willem III Grammar School dan asisten
Snouck Hurgronye. Hal yang menjadi perhatian Hazeau adalah pendidikan yang
netral atau bahkan bercorak Kristen untuk para murid Islam. Selain itu, Hazeau juga
banyak memberikan masukan terhadap pemerintah kolonial terkait bagaimana
pemerintah bersikap terhadap organisasi pergerakan nasional yang bercorak
Islam, seperti Sarekat Islam, dan organisasi Islam lainnya yang dipandang
fanatik dan ekstrem. Sikap berbeda ditunjukkan Hazeau terhadap Boedi Oetomo,
yang banyak mendapat perhatian lebih, karena kesamaannya dalam memandang
pergerakan Islam.
Ketiga,
Bukti lain mengenai kedekatan BO dengan Freemason bisa dilihat dari kiprah Paku
Alam V, yang merupakan anggota Freemason, yang banyak membantu terselenggaranya
kongres Boedi Oetomo di Surakarta. Kongres yang pernah diadakan di loge milik
Freemason banyak dihadiri oleh para aktivis kebangsaan yang juga anggota
Freemason. Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Abdurachman
Surjomihadrjo, dalam Kata Pengantar buku ”Bangkitnya Nasionalisme Indonesia:
Budi Utomo 1908-1918”, karya peneliti Jepang, Akira Nagazumi, mengatakan, “Paku
Alam memberikan pengaruh pada terselenggaranya kongres-kongres Boedi Oetomo, khususnya
mereka yang ada hubungannya dengan gerakan Mason (Freemasonry). ” Penjelasan
serupa juga ditulis Abdurrachman Surjomihardjo dalam buku ”Budi Utomo Cabang
Betawi” yang menyebut Paku Alam VII mengizinkan Loge Mataram dijadikan tempat
kongres BO kedua.
Keempat,
Fakta sejarah lainnya mengenai kedekatan BO dengan Freemason dan Theosofi
adalah pertemuan akbar yang dilakukan dalam rangka memperingati 10 tahun
berdirinya Boedi Oetomo pada 20 Mei 1918. Acara peringatan tersebut diadakan di
Belanda, di sebuah loge milik Theosofi. Mereka yang berkumpul dalam perayaan
tersebut selain para aktivis Freemason Belanda, juga dihadiri oleh tokoh-tokoh
nasionalis-Jawa seperti Ki Hadjar Dewantara dan Goenawan Mangoenkoesoemo. Surat
Kabar Oedaya pada 1923 memuat foto para aktifis BO dan Theosofi dengan tulisan
”Masyarakat Indonesia Memperingati 10 Tahun Boedi Oetomo di rumah (loge, red)
Theosofi, Mei 1918 di Negeri Belanda. ”
Kelima,
Kedekatan BO dengan Freemason juga bisa dilihat dalam paper berjudul The
Freemason in Boedi Oetomo yang ditulis oleh C. G van Wering pada 1979. ven
Wering menulis tentang elit power atau intelektual dari kalangan priayai Jawa,
yang kebanyakan aktifis BO, sekaligus anggota Freemason. Tulisan van Wering ini
dikutip dalam buku buku biografi Dr Radjiman Wediodiningrat berjudul ”DR. K. R.
T Radjiman Wediodiningrat Perjalanan Seorang Putra Bangsa 1879-1952. ”
PARA
KETUA BOEDI OETOMO ADALAH ANGGOTA FREEMASON
Ketua
BO yang sangat kental dengan pemikiran Freemason dan Theosofi adalah Radjiman
Wediodiningrat. Radjiman menjadi ketua BO pada periode 1914-1915. Ia masuk
menjadi anggota Freemason pada 1913, selain juga aktif dalam perkumpulan
Theosofi. Radjiman adalah orang pribumi yang mendapat kehormatan dari Freemason
Hindia Belanda dengan dimuatnya artikel karyanya berjudul ”Een Broderketen
Volks (Persaudaraan Rakyat)” dalam buku ”Kenang-Kenangan Freemason di Hindia
Belanda 1767-1917”. Tentu, jika bukan bagian dari orang-orang penting dalam
jaringan Freemasonry, tulisan Radjiman tak mungkin dimasukkan dalam buku yang
menjadi bukti sejarah keberadaan para Mason di Hindia Belanda ini.
Radjiman
adalah seorang Mason yang menjadi salah satu the founding fathers negeri ini,
tokoh yang pernah memimpin jalannya sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Dalam catatan sejarah, persidangan yang
dipimpin Radjiman ini tercatat sebagai awal dari lahirnya dasar negara
Indonesia, Pancasila, setelah sebelumnya masing-masing kelompok berdebat dan
mengajukan usulan soal asas negara. Tokoh-tokoh Islam seperti M Natsir
mengajukan Islam sebagai dasar negara, sedangkan tokoh-tokoh nasionalis-sekular
mengajukan ideologi Pancasila.
Para
ketua BO lainnya juga adalah anggota Freemasonry, seperti R. A Tirtokoesoemo,
ketua BO pertama (1908-1911) yang juga pernah menjadi bupati Karang Anyar,
Pangeran Ario Notodirodjo (Ketua BO kedua tahun 1911-1914), dan R. M. A
Soerjosoeparto alias Mangkunegara VII (Ketua BO keempat tahun 1915-1916). RM
Tirtokoesoemo dan Pengeran Ario Notodirodjo adalah anggota Freemasonry Loge
Mataram Yogyakarta. Ketua BO selanjutnya, meski tak menjadi anggota Freemason,
tetapi menjadi anggota Theosofi, seperti M Ng Dwijo Sewojo (1916), dan R. M. A
Woerjaningrat (1916-1921).
….Boedi Oetomo makin tidak berpihak kepada umat Islam. Karena itu, masa-masa yang genting dari organisasi ini selalu meminggirkan aspirasi umat Islam….
Dalam
perjalanan sejarahnya kemudian, BO makin terlihat tidak berpihak kepada umat
Islam. Karena itu, masa-masa yang genting dari organisasi ini adalah ketika
berhadapan dengan umat Islam yang merasa keberadaan dengan sikap BO yang selalu
meminggirkan aspirasi umat Islam. Karena itu, di beberapa daerah yang menjadi
basis umat Islam seperti Batavia, Boedi Oetomo sulit untuk mendapatkan
pengaruh.
Upaya
untuk mengajak BO agar berpihak pada umat Islam bukan tak pernah dilakukan.
Mohammad Tohir, seorang anggota organisasi ini bahkan pernah mengusulkan kepada
BO untuk membantu masjid-masjid agar bisa meraih simpati umat Islam. Namun,
usulan ini ditolak dan organisasi ini tetap pada pendiriannya yang “netral
agama”. Usaha untuk menarik simpati umat Islam ini ditentang oleh Radjiman
Wediodiningrat.
Tokoh
BO lainnya, Tjipto Mangoenkoesoemo, juga begitu sinis dalam memandang
Pan-Islamisme. Pada tahun 1928, Tjipto berkirim surat kepada Soekarno yang
isinya mengingatkan kaum muda untuk berhati-hati akan bahaya Pan-Islamisme yang
menjadi agenda tersembunyi H. Agus Salim dan HOS Tjokroaminoto. Tjipto
khawatir, para aktivis Islam yang disebut akan mengusung Pan-Islamisme itu bisa
menguasai Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Jika mereka berhasil
masuk ke dalam PPKI, Tjipto mengatakan, cita-cita gerakan kebangsaan akan
hancur.
MELURUSKAN
KEKELIRUAN HARKITNAS
Sejarah
memang ditentukan oleh mereka yang berkuasa. Jika pada masa lalu, kelompok
nasionalis-sekular yang berada dalam pengaruh Freemason dan Theosofi, didukung
oleh elit-elit kolonial, berhasil menentukan siapa aktor dan tokoh dalam
panggung sejarah di negeri ini, maka sudah saatnya ketika umat Islam memiliki
akses ke jantung kekuasaan, mempunyai ikhtiar untuk meluruskan sejarah yang
penuh selubung dan distorsi ini. Fakta sejarah harus diungkap dengan tinta emas
berlapis kejujuran, bukan dengan tinta hitam yang sarat kepentingan.
Jika
BO didirikan pada 1908, maka jauh sebelum itu, tanggal 16 Oktober 1905 sudah
berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) di Surakarta yang didirikan oleh Haji
Samanhoedi. SDI jelas mempunyai arah perjuangan memajukan ekonomi pribumi dan
melawan hegemoni asing. SDI bercorak Islam dan nasionalis, tidak tersekat-sekat
dalam kedaerahan yang sempit. SDI yang kemudian pada 10 September 1912 menjadi
Sarekat Islam (SI), meletakkan dasar perjuangannya atas tiga prinsip dasar,
yaitu:Pertama, asas agama Islam sebagai dasar perjuangan. Kedua, asas
kerakyatan sebagai dasar himpunan organisasi. Ketiga, asas sosial ekonomi
sebagai usaha untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang umumnya berada dalam
taraf kemiskinan dan kemelaratan.
Mengenai
alasan menjadikan Islam sebagai asas gerakan, baik H. Samanhoedi ataupun para
tokoh Sarekat Islam lainnya, beralasan agar ruh Islam menyatu dalam setiap
langkah pergerakan. Selain itu, hal ini juga untuk menunjukkan sikap kepada Belanda,
yang berupaya menjauhkan Islam dari politik. (Lihat: M.A. Gani, Cita Dasar dan
Pola Perjuangan Syarikat Islam, hal. 15)
SDI
yang kemudian menjadi SI lebih jelas mengedepankan kepentingan
Islam-nasional-pribumi dan tidak dibentuk oleh kepentingan kolonial. Bahkan, SI
jelas-jelas menolak segala pelecehan terhadap Islam yang ketika itu marak
dilakukan oleh kelompok Boedi Oetomo. Karena itu, menjadikan BO sebagai
organisasi yang melandasi kebangkitan nasional adalah sebuah distorsi sejarah,
bahkan bisa disebut sebagai “de-islamisasi” fakta sejarah.
Usaha
untuk menjadikan sejarah berdirinya SDI sebagai Harkitnas pernah diusulkan oleh
umat Islam. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan tahun 1956, umat
Islam mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI
sebagai Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Sayang, usulan
itu sampai saat ini belum jadi kenyataan.
….Tanggal berdirinya Budi Utomo sebagai Hari Kebangkitan Nasional adalah keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja….
Kritik
terhadap dijadikannya BO sebagai landasan kebangkitan nasional tak hanya datang
dari umat Islam. Peneliti Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya
Budi Utomo sering disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan
Nasional. Keduanya keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok
saja. Sedangkan kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi
Utomo sangat erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi
Utomo menunjukan wajah barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern
Indonesia, hal. 82-83).
Tulisan
ini adalah ikhtiar untuk mengungkap sejarah dengan fakta-fakta yang terang dan
apa adanya. Fakta-fakta sejarah ini, mungkin pada masa lalu tertutup selubung
kekuasaan yang mempunyai kepentingan untuk memutus mata rantai peran umat Islam
dalam pentas nasional di negeri ini. Upaya memarginalkan peran umat Islam dalam
kiprah pergerakan nasional berujung pada “de-islamisasi fakta sejarah”.
Ironisnya, sampai hari ini umat Islam masih memahami sejarah dalam kaca mata
buram penguasa! [voa-islam.com]
*Penulis
buku “Jaringan Yahudi Internasional di Nusantara” dan “Gerakan Theosofi di
Indonesia”, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta.
Baca juga : Pancasila dan Talmud
Sumber : namakugusti.wordpress.com
"Seluruh artikel ini didedikasikan untuk diri sendiri dan orang-orang yang merasa informasi ini penting, disarankan untuk mencari informasi-informasi sejenis untuk memdapatkan kepuasan data informasi".
Leave a Comment